Minggu, 18 Oktober 2020

Menikmati Novel Bahasa Indonesia Kelas XII

 A. Menafsir Pandangan Pengarang Terhadap Kehidupan

Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu:

1.    Menangkap maksud pengarang terhadap kehidupan dalam novel

2.    Menerangkan maksud pengarang terhadap kehidupan dalam novel.


       Pernahkah kamu membaca novel? Apa yang kamu dapatkan setelah membaca novel tersebut? Jika dicermati, novel-novel tersebut menceritakan kehidupan yang ada kaitannya dengan latar sosial budaya pengarang. Salah satu novel yang akan kamu pelajari adalah trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Sebaiknya kamu baca novel tersebut secara keseluruhan agar kamu tahu bagaimana ceritanya.

        Di dalam novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, kita akan menemukan nilai-nilai sosial budaya yang dialami oleh pengarang dalam kehidupannya. Nilai-nilai sosial budaya didasari dari lingkungan pengarang yang lahir dan tinggal di daerah tersebut.


Ronggeng Dukuh Paruk

Karya Ahmad Tohari

            Sebelas tahun yang lalu ketika Srintil masih bayi. Dukuh Paruk yang kecil basah kuyup tersiram hujan lebat. Dalam kegelapan yang pekat, pemukiman terpencil itu lengang, amat lengang. Hanya tangis bayi dan lampu kecil berkelip menandakan pedukuhan itu berpenghuni. Tak ada suara kecuali suara kodok. Bangsa reptil itu berpesta pora, bertunggangan dan kawin. Besok pagi, hasil pesta mereka akan tampak. Kodok betina meninggalkan untaian telur yang panjang. Katak hijau menghimpun telurnya dalam kelompok yang terapung di permukaan air. Katak daun menyimpan telurnya pada gumpalan busa yang melekat pada ranting semak-semak.

             Seandainya ada seorang di Dukuh Paruk yang pernah bersekolah, dia dapat mengira-ngira saat itu hampir pukul dua belas tengah malam, tahun 1946. Semua penghuni pedukuhan itu telah tidur pulas, kecuali Santayib, ayah Srintil. 

         Dia sedang mengakhiri pekerjaannya malam ini. Bungkil ampas minyak kelapa yang telah ditumbuk halus dibilas dalam air. Setelah dituntas kemudian dikukus. 

            Turun dari tungku, bahan ini diratakan dalam sebuah tampah besar dan ditaburi ragi bila sudah dingin. Besok hari pada bungkil ampas minyak kelapa itu akan tumbuh jamur-jamur halus. Jadilahtempe bongkrek. Sudahsejak lama Santayib memenuhi kebutuhan orang Dukuh Paruk akantempe itu. (sumber: Ronggeng Dukuh Paruk)

1.    Kutipan novel tersebut menceritakan pandangan pengarang terhadap kehidupan di Dukuh Paruk yang masih terbelakang, seperti kebodohan dan kemiskinan. Kehidupan tersebut diungkapkan pengarang dengan cara yang menarik.

         Untuk dapat menangkap maksud pengarang terhadap kehidupan dalam novel sebaiknya kita mengumpulkan informasi dari kutipan yang kita bahas sebelumnya. Nah, berikutnya bacalah artikel tentang "Penciptaan Ronggeng Dukuh Paruk", untuk memudahkan kita memperoleh data latar sosial budaya yang terdapat dalam novel kaitannya dengan pengarang.

Penciptaan Ronggeng Dukuh Paruk

             Ronggeng Dukuh Paruk adalah novel yang ditulis oleh Ahmad Tohari. Ahmad Tohari yang lahir pada tanggal 13 Juni 1948 di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah. Ahmad Tohari lahir dari keluarga santri, Ayahnya seorang kiyai dan ibunya pedagang kain. Dalam Ensiklopedia Sastrawan Indonesia Modern disebutkan ia lahir dari keluarga yang tidak kekurangan namun lingkungan masyarakat di sekitar mengalami kelaparan.

            Novel ini bercerita tentang kisah cinta antara Srintil, seorang penari ronggeng, dan Rasus, teman sejak kecil Srintil yang berprofesi sebagai tentara. Ronggeng Dukuh Paruk mengangkat latar Dukuh Paruk, desa kecil yang dirundung kemiskinan, kelaparan, dan kebodohan. Latar waktu yang diangkat dalam novel ini adalah tahun 1960-an yang penuh gejolah politik.

            Pada penerbitan pertama, novel ini terdiri atas tiga buku (trilogi), yaitu Catatan Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala. Novel ini telah diadaptasi ke dalam film Darah dan Mahkota Ronggeng (1983) dan Sang Penari (2011). Pada 2014, Ronggeng Dukuh Paruk diterbitkan dalam bentuk audio menggunakan suara Butet Kartaredjasa.

Sumber: https://id.wikipedia.org

            Setelah membaca kutipan novel dan artikel di atas, kita akan menemukan banyak informasi mengenai hubungan pengarang dengan cerita yang ditulisnya, seperti "Ronggeng Dukuh Paruk adalah sebuah novel yang ditulis oleh penulis Indonesia asal Banyumas.

Untuk mengukur pemahamanmu cobalah mengumpulkan informasi yang kamu dapatkan dari kutipan novel dan artikel di atas.

Daftar Pustaka: Suryaman, Maman dkk.2018.Bahasa Indonesia. Jakarta:Macanajaya Cemerlang.

Jumat, 16 Oktober 2020

Mengenali Unsur-Unsur Prosa Fiksi

 

A.    Unsur-Unsur Prosa Fiksi




          Secara garis besar unsur-unsur prosal fiksi Nurgiyantoro (2000: 56) dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam, yang meliputi segala unsur yang membentuk struktur karya sastra tersebut seperti tema, plot atau alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa, amanat.

            Unsur ekstrinsik adalah unsur yang ikut mempengaruhi kehadiran suatu cipta sastra dari luar atau merupakan latar belakang penciptaan suatu cipta sastra, misalnya faktor sosial ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosial politik, faktor sejarah, faktor ilmu jiwa (psikologi) dan pendidikan, faktor keagamaan, dan tata nilai yang dianut dalam masyarakat.

            Berikut dipaparkan unsur-unsur intrinsik prosa fiksi yang meliputi tema, plot atau alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa, amanat.

 

a.      Tema

            Tema adalah ide yang mendasari karya sastra. Istilah tema berasal dari thema (Inggris), yaitu ide yang menjadi pokok suatu pembicaraan atau ide pokok suatu tulisan. Tema merupakan suatu dimensional yang amat penting dari suatu cerita, karena dengan dasar itu, pengarang dapat membayangkan dalam fantasinya tentang cerita yang akan dibuat. Jadi, tema adalah ide sentral yang mendasari suatu cerita, sasaran/tujuan penggarapan cerita, dan mengikat peristiwa-peristiwa dalam suatu alur (Zulfahnur, 1996:25).

            Dalam cerita rekaan ada yang diceritakan, atau yang diceritakan itu dapat dikatakan tema. Kata tema berasal dari kata latin thema yang berarti pokok pembicaraan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1986:104) dikemukakan bahwa tema berarti: (1) pokok pikiran, dasar cerita, (yang dipercakapkan dipakai sebagai dasar pengarang, mengarang sejak dan sebagainya) dan (2) latihan menerjemahkan dari bahasa sendiri kebahasa asing.

            Sumardjo (1986:56) mengemukakan bahwa tema adalah ide pengarang. Pengarang dalam menulis cerita bukan sekedar mau bercerita, tetapi mau mengatakan suatu pendapat. Kenny dan Stanton (Nurgiantoro, 2000:67) mengemukakan bahwa tema adalah makna yang dikandung cerita yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Tema merupakan unsur yang amat penting dari suatu cerita, karena dengan dasar itu pengarang dapat membayangkan dalam fantasinya bagaimana cerita dibangun dan berakhir.

            Bertolak dari pandangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tema adalah suatu persoalan atau pokok pembicaraan yang mendasari cerita.

               Secara garis besar , tema dapat digolongkan ke dalam tema utama (mayor) dan tema turunan (minor). Tema utama merupakan pokok cerita bermakna yang menjadi fondasi utama penceritaan, sedangkan tema turunan menjadi tema yang berfungsi menjadi penguat fondasi utama. Beberapa contoh tema utama adalah tema social (Para Piyayi), tema sejarah (Kuantar ke Gerbang), tema psikologis (Jalan Tak Ada Ujungnya), dan tema ketuhanan (Robohnya Surau Kami).          

b.      Alur/Jalan Cerita

            Alur cerita adalah sambung-sinambung peristiwa yang terjadi berdasarkan hukum sebab akibat yang terdapat dalam cerita (Chamdiah dkk, 1981: 8). Hamzah (1985: 96) mengemukakan plot sebagai bagan atau kerangka kejadian dimana para peran berbuat. Plot adalah suatu keseluruhan peristiwa di dalam skenario. Serangkaian hubungan sebab akibat yang bergerak dari awal hingga akhir. Hal ini sejalan dengan pandangan Stanton (Nurgiantoro, 2000: 133) bahwa alur adalah cerita berisikan urutan kejadian, namun kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat. Peristiwa yang satu disebabkan oleh peristiwa yang lainnya. Karena alur dibangun berdasarkan hubungan sebab akibat, maka alur tidak dapat berdiri sendiri. Plot selalu berhubungan dengan elemen lainnya, seperti watak, tokoh, setting, tema dan konflik.

            Menurut Tasrif (Nurgiantoro, 2000: 134) setiap cerita biasanya dapat dibagi dalam lima bagian, yaitu:

1.      Situation (pengarang mulai melukiskan suatu kejadian),

2.      Generation circumstances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak),

3.      Rising action (keadaan mulai memuncak),

4.      Climax (puncak peristiwa) dan

5.      Denounement (pemecahan soal dari semua peristiwa).

            Bertolak dari pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa alur adalah unsur penceritaan prosa fiksi yang didalamnya berisi rangkaian kejadian peristiwa yang disusun berdasarkan hokum sebab akibat secara logis.

            Secara kronologis alur dapat dibedakan menjadi dua yaitu alur maju dan alur mundur. Alur cerita yang dimulai masa kini, lalu diungkapkan masa atau rencana mendatang, disebut alur maju atau alur progresif. Alur cerita dengan tolehan dimasa lalu dikenal dengan nama sorot balik atau alur mundur. Kedua alur tersebut dapat dipakai secara bersama-sama atau digabungkan. Alur semacam ini lebih dikenal dengan alur campuran (Surana, 2001: 55).

 

c.       Tokoh dan Penokohan

a)      Tokoh

            Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988: 16). Tokoh lazim pula disebut sebagai pelaku cerita. Tokoh ini pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Tokoh tersebut bersifat rekaan semata-mata, tetapi bisa jadi ada kemiripannya dengan individu tertentu dalam hidup ini. Meskipun bersifat rekaan, namun perlu ada relevansi antara tokoh itu dengan pembaca.


1)      Tokoh Sentral dan Tokoh Bawahan

            Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita dapat dibedakan antara tokoh sentral dan tokoh bawahan. Pelaku utama atau yang memainkan peran pimpinan, yang lazim bertindak sebagai pembawa tema cerita disebut tokoh sentral atau protagonis. Pelaku yang tidak sentral, yang bertindak sebagai pelaku pendukung pelaku utama, dimana kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang tokoh utama disebut tokoh bawahan.

 

2)      Tokoh Datar dan Tokoh Bulat

            Nurgiyantoro (2000: 181-184) berpendapat bahwa cara menampilkan pengembangan watak tokoh-tokoh dalam cerita dapatlah dibedakan antara tokoh datar dantokoh bulat. Tokoh datar biasa pula disebut tokoh sederhana (simple atau  flat character), sedangkan tokoh bulat biasa disebut tokoh kompleks (complex atau round character)

            Tokoh datar ialah tokoh didalam cerita rekaan yang disoroti atau diungkapkan satu segi wataknya saja. Itulah sebabnya penampilan tokoh datar lebih statis, jarang atau sedikit sekali ditemukan perubahan wataknya dalam perkembangan cerita Nurgiyantoro (2000: 182). Lebih jauh Nurgiantoro (2000: 183) berpendapat bahwa tokoh bulat atau tokoh kompleks ialah tokoh yang ditampilkan lebih dari satu ciri atau segi wataknya, sehingga tokoh itu bisa dibedakan dengan tokoh-tokoh lainnya. Tokoh bulat tampil dengan watak yang kompleks terlihat segi kelebihan dan kekurangannya yang ditampilkan secara berangsur-angsur sehingga merupakan kekomplekan yang padu.

 

3)      Tokoh Protagonis

            Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero, (Nurgiyantoro, 2000: 178). Tokoh protagonist menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, dan harapan-harapan kita.

            Sebagai tokoh protagonis akan mengalami konflik dan ketegangan. Ini disebabkan adanya tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonist. Konflik yang dialami tokoh protagonis tidak hanya yang disebabkan tokoh antagonis, namun dapat disebabkan oleh hal-hal yang diluar individualitas seseorang, misalnya bencana alam, kecelakaan, aturan-aturan sosial dan sebagainya.

 

4.      Tokoh Antagonis

            Tokoh antagonis adalah tokoh yang memiliki watak yang tidak sesuai dengan kehendak pembaca. Dalam karya sastra tradisional biasanya pertentangan antara tokoh protagonis dan tokoh antagonis jelas sekali. Protagonis selalu mewakili yang baik, antagonis selalu mewakili yang jahat.

b)     Penokohan

            Sudjiman (1988:23) memberikan definisi bahwa penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh oleh pengarangnya. Watak tokoh itu adalah kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang membedakan dengan tokoh lain.

            Lebih lanjut Hudson (dalam Sudjiman, 1988: 24-26), dalam penyajian watak tokoh pengarang mempunyai cara tersendiri. Cara pengarang menyajikan watak tokoh dan menciptakan citra tokoh dalam karangannya merupakan metode penokohan. Macam-macam metode penokohan adalah sebagai berikut:

 

1)      Metode Analitis

            Metode analitis adalah cara pengarang memaparkan watak tokoh dalam cerita rekaan dengan menambahkan komentar tentang watak tokoh tersebut. Jadi pengarang dapat langsung memaparkan watak atau karakter tokoh, pengarang langsung menyebut atau mengisahkan sifat-sifat tokoh, watak atau karakter tokoh, hasrat, pikiran dan perasaannya. Pengarang menyebutkan atau memberi komentar bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala, penyayang, kondisi fisik tokoh dan sebagainya. Semua itu digambarkan secara analitis, terperinci, halus dan meyakinkan. Metode ini biasa disebut metode langsung, metode perian, atau metode diskursif.

 

2)      Metode Dramatis

            Metode dramatis disebut pula metode tak langsung atau metode ragaan. Penggambaran perwatakan disampaikan secara dramatis, yaitu penggambaran perwatakan yang tidak diceritakan langsung tetapi hal itu disampaikan melalui (1) pilihan nama tokoh, misalnya nama semacam Sarinem untuk babu, Mince untuk gadis agak-agak genit, Bonar untuk tokoh yang garang dan gesit dan seterusnya; (2) melalui penggambaran fisikatau postur tubuh, cara berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain, lingkungan dan sebagainya; (3) melalui dialog, baik dialog tokoh yang bersangkutan dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh lain.

            Dalam metode ini, watak tokoh dapat disimpulkan pembaca dari pikiran, cakapan dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang, bahkan juga dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh cakapan atau lakuan tokoh demikian pula pikiran tokoh yang dipaparkan oleh pengarang dapat menyiratkan sifat wataknya.

 

3)      Metode Kontekstual

            Selain kedua metode penokohan di atas, terdapat pula metode kontekstual. Metode ini, watak tokoh dapat disimpulkan dari bahasa yang digunakan pengarang mengacu kepada tokoh. Kalau misalnya pengarang menggambarkan lakuan tokoh A dengan kata-kata “Serigala itu menjilati seluruh tubuh wanita itu dengan pandangannya yang liar” dapat dikatakan bagaimana tokoh A tersebut.

 

a.      Latar

            Unsur fiksi yang menunjukkan pada kita dimana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung disebut latar. Sebuah cerita haruslah terjadi di sebuah tempat dan pada waktu tertentu.

tumpu mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritaka.

            Dalam cerita fiksi, biasanya latar dibedakan empat tipe, yaitu latar alam (geographic setting), latar waktu (temporal setting), latar sosial (social setting), dan latar ruang (spatial setting).

            Latar berfungsi untuk menghidupkan cerita dan merupakan salah satu sarana untuk membangun suasana yakni suasana yang menimbulkan bayangan kesan atau tanggapan sepintas kepada para pembaca yang menikmati karya sastra tersebut sehingga apa yang dialami dan dirasakan oleh para pelaku dapat dirasakan juga oleh pembaca.

 

1)      Latar Tempat

Kehadiran latar tempat dalam cerpen bukan tanpa tujuan yang pasti. latar tempat mempengaruhi bagaimana kondisi sang tokoh diciptakan. Secara sederhana, latar tempat akan mempengaruhi gaya maupun emosi tokoh dalam berbicara. Contohnya, latar dengan situasi di gunung. Begitu pula latar dengan tempat yang khas, akan berbeda dengan kondisi tempat lainnya. Salah satu contohnya, tokoh yang hadir dengan nama Ujang, akan berbeda halnya dengan latar yang menggunakan tokoh ida bagus. Para pembaca cerpen sudah mempunyai pengetahuan awal mengenai kedua nama tersebut. Ujang berasal dari tanah Sunda adapun Ida Bagus berasal dari Bali.


2)      Latar Waktu

            Latar waktu menyangkut kapan cerita dalam cerpen terjadi. latar waktu mempengaruhi bagaimana cara tokoh bertindak. Hal ini salah satunya dapat ditunjukkan dengan contoh perbedaan cerita, dengan latar yang terjadi zaman 1930-an dengan latar 2000-an. Hal ini dapat diamati dengan cara berbicara tokoh maupun kondisi lingkungan saat itu.

 

3)      Latar Sosial

            Latar sosial yang terjadi pada waktu kejadian didalam cerpen terwakili oleh tokoh. Seperti contoh pada cerpen “shalawat badar” maupun “kisah dikantor pos” dapat kita ketahui bagaimana setting sosial masyarakat kelas bawah mempengaruhi kita dalam mempengaruhi kita dalam menghadapi kenyataan sehari-hari di kehidupannya. Nilai kehidupan yang dapat kita ambil pun tentunya akan lain lagi jika menggunakan setting masyarakat kelas atas.

 

d.      Sudut Pandang

            Sudut pandang berhubungan dengan siapakah yang menceritakan kisah dalam cerpen. Cara yang dipilih oleh pengarang. Akan menentukan sekali gaya dan corak cerita. Hal ini disebabkan watak dan pribadi si pencerita (pengarang), akan banyak menentukan cerita yang dituturkan pada pembaca. Tiap orang mempunyai pandangan hidup, cara berpikir, kepercayaan maupun sudut emosi yang berbeda-beda. Penentuan pengarang tentang soal siapa yang akan menceritakan kisah, akan menentukan bagaimana sebuah cerpen bisa terwujud.

            Sudut pandang pada intinya adalah visi pengarang. Sudut pandang yang diambil pengarang tersebut, berguna untuk melihat suatu kejadian cerita. Tentunya harus dibedakan antara pandangan pengarang sebagai pribadi dengan teknis dia bercerita dalam cerpen. Sudut pandang memegang peranan penting akan kejadian-kejadian yang akan disajikan dalam cerpen, menyangkut masalah ke mana pembaca akan dibawa, menyangkut masalah kesadaran siapa yang dipaparkan.

Adapun sudut pandang pengarang sendiri ada empat macam, yaitu sebagai berikut:

  

1)      Objective Point Of View

            dalam teknik ini, pengrang hanya menceritakan apa yang terjadi, seperti melihat film dalam televisi. Para tokoh hadir dengan karakter masing-masing. Pengarang sama sekali tidak mau masuk ke dalam pikiran para pelaku. Dengan demikian, pembaca dapat menafsirkan sendiri bagaimana pandangannya terhadap laku tiap tokoh. Dengan melihat perbuatan orang lain tersebut, kita menilai kehidupan jiwanya, kepribadiannya, jalan pikirannya, ataupun perasaannya.

            Motif tindakan pelakunya hanya bisa kita nilai dari perbuatan mereka. Dalam hal ini, pembaca dapat mengambil tafsiran sendiri dari dialog antar tokoh,  maupun tindak-tanduk yang dilakukan tiap tokoh. Penarang paling hanya memberikan sedikit gambar mengenai kondisi para tokoh, untuk “memancing” pembaca mengetahui lebih jauh tentang tokoh-tokoh yang ada dalam cerita.

 

2)      Omniscient Point Of View

            Dalam teknik ini, pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia bisa menciptakan apa saja yang ia perlukan, untuk melengkapi ceritanya sehingga mencapai efek yang diinginkannya. Ia bisa keluar-masukkan para tokohnya. Ia bisa mengemukakan perasaan, kesadaran, dan jalan pikiran para pelaku cerita. Pengarang juga bisa mmengomentari kelakuan para pelakunya. Bahkan, pengarang bisa bicara langsung dengan pembacanya.

            Ciri omniscient point of view lebih cocok untuk cerita yang bersifat sejarah, edukatif, ataupun humoris. Teknik ini biasa digunakan untuk hal-hal yang bersifat informatif bagi pembaca., yang kiranya memang pembaca belum begitu banyak mengetahui. 

           

3)      Point Of View Orang Pertama

            Teknik ini dikenal pula dengan teknik sudut pandang “aku”. Hal ini seperti seseorang mengajak bicara pada orang lain. Jadi, bukan pengalaman orang lain yang diceritakan. Dengan teknik ini pembaca diajak kepusat kejadian, melihat, merasakan melalui mata, dan kesadaran orang yang langsung bersangkutan. Tentunya pembaca juga harus cerdas jangan sampai pikiran “aku” disamakan dengan pikiran si pengarang itu sendiri.

            Teknik sudut pandang seperti ini, sangat cocok untuk cerpen menceritakan masalah kejiwaan (psikoligis) sang tokoh. Pembaca dibawa hanyut dalam tiap gerak emosi sang tokoh.

 

4)      Point Of View Orang Ketiga

            Teknik ini biasa digunakan dalam penuturan pengalaman seseorang sebagai pihak ketiga. Jadi pengarang hanya “menitipkan” pemikirannya dalam tokoh orang ketiga. Orang ketiga (“Dia”) dapat juga berupa nama orang. Adapun perkembangan emosi tokoh dalam membentuk konflik, dapat dilihat dalam hubungannya antara tokoh utama “dia” dengan tokoh lain.

            Dengan menggunakan tokoh ini pengarang bisa lebih leluasa dalam menceritakan atau menggambarkan keadaan tanpa terpaku pada pandangan pribadi. Ini berbeda dengan menggunakan tokoh “aku”. Sang tokoh utama seolah-olah dapat berkembang sendiri, dengan pemikirannya sendiri. Dengan demikian, pembaca dibawa untuk memahami sendiri bagaimana tokoh “dia” bertindak, tanpa harus memikirkan peranan sang pengarang terhadap tokoh tersebut.

 

e.       Gaya Bahasa

            Gaya bahasa adalah bahasa yang digunakan untuk meningkatkan efek dalam jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum (Tarigan 1993: 5). Secara singkat dikatakan bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

            Mulyana (1996: 23) mengatakan bahwa gaya bahasa itu merupakan susunan perkataan yang terjadi karena perasaan hati pengarang yang dengan sengaja atau tidak menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Menurut sumardjo dan saini (1986: 92) gaya bahasa adalah cara khas pengungkapan seorang. Cara bagaimana seorang pengarang memilih tema, persoalan, meninjau persoalan dan menceritakannya dalam karyanya. Dengan kata lain gaya bahasa adalah pribadi pengarang itu sendiri.

            Surana (2001: 12) arti gaya bahasa secara khusus ialah semacam cara menyatakan hal atau peristiwa yang sama. Tidak semua sastrawan memakai cara-cara yang sama untuk menyatakan suatu maksud yang sama sedangkan dalam arti luasa sebenarnya kiasan.

            Demikianlah sebenarnya berbicara tentang gaya bahasa adalah berbicara tentang kehidupan pemakaian bahasa yang sederhana dan tidak berlebih-lebihan, tetapi efektif dan membangun lukisan deskripsi sesuatu secara konkrit dalam imajinasi. Keindahan disini adalah keseimbangan, proporsional, harmonisasi, dan menyatu keindahan bahasa, dicapai oleh susunan arti dan rasa yang tepat (ahmadi, 1991: 81).

 

f.       Amanat

            Amanat adalah bagian akhir yang merupakan pesan dari cerita yang dibaca. Dalam hal ini pengarang “menitipkan” nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil dari cerpen yang dibaca. Amanat menyangkut, bagaimana sang pembaca memahami dan meresapi cerpen yang dibaca. Setiap pembaca akan merasakan nilai-nilai yang berbeda dari cerpen yang dibacanya. Pesan-pesan dalam cerpen hadir secara tersirat dalam keseluruhan isi cerita.

            Berbicara tentang amanat sebuah cerita, Sudjiman (1988:57) mengemukakan bahwa dari sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang itulah yang disebut amanat. Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca cerita yang ditampilkan. Seirama dengan hal tersebut Esten (1987:91) berpendapat bahwa amanat adalah pemecahan dan jalan keluar yang diberikan pengarang didalam sebuah karya sastra terhadap semua yang dikemukakan. Jadi amanat merupakan jalan keluar yang diberikan pengarang terhadap suatu permasalahan dalam cerita.

Kamis, 15 Oktober 2020

Mengenali Kalimat Ambigu

        





Ambigu = Makna Ganda     

    Sebuah kalimat disebut ambigu jika kalimat tersebut berpotensi memiliki lebih dari satu makna. Kalimat yang ambigu adalah kalimat yang tidak efektif. Mengapa demikian? Karena jika sebuah kalimat ambigu, dapat dipastikan kalimat tersebut akan sulit dimengerti oleh pembaca.

        Kalimat ambigu umumnya menjadi masalah dalam ragam tulis. Berbeda dengan ragam komunikasi secara lisan yang di dalamnya terdapat penjedaan dan intonasi. Ragam tulis tidak memiliki hal semacam itu, sehingga jika kita kurang jeli menyusun kata sebuah kaliamat, ada kemungkinan makna yang kita sampaikan akan ditanggapi lain oleh pembaca, sehingga makna yang ingin kita sampaikan tidak sampai kepada pembaca.

        Perhatikan contoh berikut:

        "Guru baru datang." Kalimat tersebut tergolong ke dalam kalimat yang ambigu. Mengapa demikian? Karena kalimat tersebut dapat diartikan:

  1. seorang guru yang baru (Bukan guru lama) mengajar.
  2. ada seorang guru yang baru datang.
            "Istri pak lurah yang baru itu meninggal pagi tadi." Kalimat tersebut juga termasuk kalimat yang ambigu. Kalimat tersebut dapat diartikan:

  1. istri pak lurah baru (bukan lurah lama) yang meninggal.
  2. istri baru (bukan istri lama) pak lurah yang meninggal.
    Kalimat-kalimat di atas berpotensi menjadi ambigu karena adanya ketidakjelasan makna yang disampaikan.

        Untuk menghindari keambiguan kalimat, ada dua cara yang dapat kita lakukan:

  1. Menggunakan tanda hubung. Dalam pedoman umum ejaan Bahasa Indonesia, salah satu fungsi tanda hubung adalah untuk memperjelas hubungan bagian kata. 
               Contoh: Guru baru datang menjadi  Guru-baru datang. 

        2. Mengubah bunyi kalimatnya, misalnya dengan menambahkan kata "itu".

                Contoh: Guru baru datang menjadi Guru itu baru datang.

        Hal lain yang menyebabkan sebuah kalimat ambigu adalah keterangan di awal kalimat disambung langsung dengan subjek. Kata di akhir fungsi keterangan dapat bercampur dengan kata di awal fungsi subjek dan itu bisa menimbulkan makna yang berbeda. Hal seperti ini harus diantisipasi. 

                Contoh:

                Di rumah kakek saya tidur.

        Dari contoh kalimat di atas muncul pertanyaan:

  • Siapa yang tidur?
  • saya atau kakek?
  • di mana dia tidur?
  • di rumah?
  • atau dirumah kakek?
     Keambiguan semacam ini dapat dihindari dengan menggunakan tanda koma untuk memisahkan keterangan di awal kalimat. Cobalah bandingkan perbaikan kalimat yang telah ditambahkan tanda koma di dalam kalimatnya berikut ini:


        Kalimat awal : Di rumah kakek saya tidur.

         Perbaikan       : Di rumah kakek, saya tidur.

        Setelah diperbaiki kalimat tersebut lebih jelas kan?

        Nah, dalam menyusun sebuah kalimat, masalah keambiguan harus kita perhatikan agar apa yang ingin kita sampaikan tidak ditafsirkan berbeda oleh orang yang mendengar atau membacanya.



Teks Editorial/Tajuk Rencana


        Teks editorial adalah artikel utama yang ditulis oleh redaktur koran yang merupakan pandangan redaksi terhadap suatu peristiwa (berita) aktual (viral), fenomenal dan kontroversial (menimbulkan perbedaan pendapat).

        Tidak semua peristiwa/isu bisa diangkat ke dalam editorial. Peristiwa/isu yang diangkat dalam teks editorial harus memenuhi beberapa syarat yaitu:
  • Aktual, yaitu sedang menjadi sorotan/trending topik.
  • Fenomenal, yaitu sesuatu hal yang sangat luar biasa.
  • kontroversial, yaitu menimbulkan perbedaan pendapat.

        Teks editorial terdiri atas fakta dan opini/pendapat. Opini-opini dalam teks editorial bisa berupa kritik, penilaian, prediksi, harapan, dan juga saran. Sedangkan faktanya adalah peristiwa yang benar-benar terjadi, dan sedang menjadi trending topik.

        Editorial merupakan salah satu rublik yang ada di media massa cetak seperti koran, majalah, atau buletin. Editorial biasanya menjadi sebuah cara untuk merespon isu atau permasalahan dan memberikan tawaran solusi di akhir teks. Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang lugas.

        Kamu pasti pernah membaca koran, bukan? Setiap hari redaktur selalu membuat artikel yang menyoroti berita aktual yang sedang terjadi. Pembahasan di dalam artikel biasanya disertai kritik dan saran terhadap peristiwa aktual yang terjadi. 

        Dengan membaca editorial kita tidak sekadar tahu peristiwa yang sedang terjadi seperti saat kita membaca berita. Namun, dengan membaca editorial kita pun akan lebih memahami dan bersikap kritis. 

        Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena di dalam editorial kita bisa menemukan pendapat-pendapat dari penulis/redaksi tentang isu yang dibahas. Dengan sering membaca ataupun menyimak editorial kita diharapkan bisa lebih bijak menyikapi setiap permasalahan, sehingga kita bisa menjadi lebih dewasa untuk membedakan mana yang baik dan mana yang kurang tepat.

  

Materi

     

Struktur Teks Editorial

1. Pernyataan pendapat / Pengenalan Isu

        Bagian ini berisi sudut pandang penulis mengenai masalah yang dibahas. Biasanya sebuah teori yang akan diperkuat oleh argumen. Fungsionalnya adalah mengenalkan isu atau permasalahan yang akan dibahas dalam bagian berikutnya. Pada bagian pengenalan isu disajikan peristiwa persoalan aktual, fenomenal, dan kontroversial.

2. Argumentasi / Penyampaian Pendapat

        Alasan atau bukti yang digunakan guna memperkuat pernyataan dalam tesis, walau secara umum argumentasi diartikan untuk menolak suatu pendapat. Argumen bisa berbentuk pertanyaan umum/data hasil penelitian, pernyataan para ahli, maupun fakta-fakta berdasarkan referensi yang bisa dipercaya.

3. Penyataan/Penegasan Ulang Pendapat (Reiteration)

        Penegasan di dalam editorial berupa simpulan, saran atau rekomendasi. Di dalamnya juga terselip harapan redaksi kepada para pihak terkait dalam menghadapi atau mengatasi persoalan dalam isu tersebut. Bagian berisi penegasan ulang pendapat yang didorong oleh fakta di bagian argumentasi guna memperkuat/menegaskan. Ada di bagian akhir teks.

      Kaidah Kebahasaan Teks Editorial

        Kaidah kebahasaan teks editorial tergolong ke dalam kaidah kebahasaan yang berciri bahasa jurnalistik. Berikut ini ciri-ciri dari bahasa jurnalistik teks editorial.

1. Penggunaan kalimat retoris.

        Kalimat retoris adalah kalimat pertanyaan yang tidak ditujukan untuk mendapat jawabannya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dimaksudkan agar pembaca merenungkan masalah yang dipertanyakan tersebut sehingga tergugah untuk melakukan sesuatu, atau minimal mengubah pandangannya terkait isu yang dibahas.

        Berikut contohnya:

  • Benarkah pemerintah tidak tahu atau tidak tahu atau tidak diberi tahu mengenai rencana Pertamina menaikkan harga elpiji?
2. Menggunakan kata-kata populer

        Kata-kata populer adalah kata-kata yang mudah dicerna oleh khalayak. Tujuannya agar pembaca tetap merasa rileks meskipun membaca masalah yang serius dipenuhi dengan tanggapan yang kritis. Contohnya seperti, terkaget-kaget, pencitraan, menengarai, dan lain sebagainya.

3. Menggunakan kata ganti penunjuk yang merujuk pada waktu, tempat, peristiwa, atau hal lainnya yang menjadi fokus ulasan.

    Contoh:

  • Sungguh kenaikan harga itu merupakan kado yang tidak simpatik, tidak bijak, dan tidak logis.
4. Banyaknya penggunaan konjungsi kausalitas, seperti sebab, karena, oleh sebab itu, akibatnya, dan sebagainya.

    Contoh: Masyarakat sebagai konsumen menjadi terkaget-kaget karena kenaikan tanpa didahului sosialisasi.






Untuk melatih kemampuan kalian silahkan Kerjakan tugas berikut.


Rabu, 14 Oktober 2020

Pengertian Teks Prosedur


 

        Teks Prosedur adalah teks yang berisi cara, tujuan untuk membuat atau melakukan sesuatu hal dengan langkah demi langkah yang tepat secara berurutan sehingga menghasilkan suatu tujuan yang diinginkan. Teks prosedur biasanya terdapat pada tulisan yang mengandung cara, tips atau tutorial melakukan langkah tertentu. Didalam teks prosedur terdapat kata imperatif atau kata perintah untuk melakukan apa yang dibahas pada teks agar si pembaca melakukan apa yang diperintahkan pada isi teks tersebut.

Misalnya kamu sedang mencari tulisan cara memutihkan wajah melalui internet, nah pada teks tulisan tersebut akan ada cara atau langkah bagaimana memutihkan wajah sehingga menghasilkan putih bersih seperti yang kamu inginkan. cara yang disajikan pun langkah demi langkah secara berurutan agar sipembaca mampu mengikuti tutorial yang disajikan. ngerti ? oke lanjut. . .

Pada teks prosedur, isi dari tulisannya selalu berhubungan dari awal sampai akhir, dan dari setiap isinya terdapat keterangan-keterangan agar mudah dipahami oleh pembaca.

Tujuan Teks Prosedur

Teks prosedur bertujuan untuk memudahkan pembaca maupun pendengar agar dapat mengikuti langkah atau perintah dari isi teks yang tujuan akhirnya bisa sesuai keinginan pembaca maupun pendengar.

Struktur Teks Prosedur

  • Tujuan

Tujuan pada teks prosedur adalah  pengantar umum sebagai penanda apa yang akan dibuat atau dilakukan dan motivasi dalam melakukannya.

  • Bahan dan Alat

Berisi mengenai rincian bahan dan alat yang digunakan dengan ukuran yang akurat.

  • Langkah-langkah

Berisi langkah melakukan sesuatu dengan urut secara per tahap.

  • Penutup

Berisi penekanan pada keuntungan dan ucapan selamat melakukan sesuatu.

 

Ciri Ciri Teks Prosedur

Adapun ciri-ciri teks prosedur yang diantaranya yaitu:

  • Menggunakan pola kalimat perintah (imperatif).

Kalimat perintah merupakan kalimat yang mengandung makna meminta/ memerintah seseorang untuk melakukan sesuatu.

Contoh :

  1. Tolong matikan kran air itu!
  2. Jangan membuat ribut, anak-anak!
  3. Saya minta kerjakan tugasmu tepat waktu!
  • Menggunakan kata kerja aktif.

Kata kerja yang memberikan suatu tindakan kepada objeknya misalnya :

  1. Menyiram
  2. Membungkus
  3. Melempar  dan lain – lain.
  • Menggunakan kata penghubung (konjungsi) untuk mengurutkan kegiatan.

Kata penghubung yang menyatakan waktu kegiatan yang hadir dan bersifat kronologis.Contoh:

  1. –Selanjutnya
  2. –Berikutnya
  3. –Kemudian
  4. –Lalu
  5. –Setelah itu.
  • Menggunakan kata keterangan untuk menyatakan rinci waktu, tempat dan cara yang akurat.

Gunanya menambahkan atau memberi keterangan pada kata lain.

Contoh:

  1. Ibu mengiris lobak menggunakan pisau tajam.
  2. inta menyiram bunga dengan tangki air miliknya.
  3. Aku harus pergi ke rumah paman sekarang.
  • Terdapat tujuan, langkah-langkah dan penutup.
  • Menggunakan kalimat imperatif atau kalimat perintah sehingga pembaca bisa mengikuti apa yang diperintahkan pada sebuah teks.
  • Menggunakan kalimat penghubung sehingga dari awal dan akhir teks saling terkait.
  • Menggunakan kalimat langsung dan tidak langsung.
  • Menggunakan kalimat saran dan larangan.
  • Menggunakan kriteria atau batasan tertentu.
  • Menggunakan kata keterangan.
  • Berisi pemberian informasi.
  • Berisi langkah yang terperinci
  • Menggunakan akhiran -i dan -kan, contohnya, jangan lupa selalu siram-i bunganya setiap hari, lempar-kan bola tersebut keatas.

 

Macam Macam Teks Prosedur

Teks prosedur memiliki 3 macam jenis diantaranya, teks prosedur sederhana, kompleks dan protocol.

  • Teks Prosedur Sederhana

Teks prosedur sederhana yaitu teks yang berisi langkah-langkah sederhana yang biasaya hanya 2-4 langkah saja dalam melakukannya, contohnya cara login facebook.

  • Teks Prosedur Kompleks

Teks prosedur kompleks yaitu teks yang berisi banyak langkah dalam melakukannya. contohnya, cara membuat sambal balado, cara mengajukan pembuatan kartu SIM, cara memperpanjang STNK, prosedur pembuatan ktp.

  • Teks Prosedur Protokol

Teks prosedur protokol adalah teks yang pada setiap langkahnya bisa diubah tidak harus runut, walaupun berubah, tetapi hasil akhirnya tetap sama. misalnya, jika memasak mie instan kita bisa merebus dengan memasukan mie dan bumbu kedalam air rebusan dari tungku atau bisa memasukan air panas kedalam wadah yang berisi mie lalu memasukan bumbu.

 

Kaidah Kebahasaan Teks Prosedur

Teks prosedur memiliki kaidah kebahasaan diantaranya, konjungsi temporal, kata imperatif, verba material dan tingkah laku, partisipan manusia, bilangan pendanda, kalimat introgatif dan kalimat deklaratif.

  • Kalimat Imperatif – Kalimat yang mengandung perintah, fungsinya ialah untuk meminta atau melarang seseorang untuk melakukan sesuatu.

  • Kalimat Deklaratif – Kalimat yang berisi pernyataan, fungsinya ialah untuk memberikan informasi atau berita tentang sesuatu.
  • Kalimat Interogatif – Kalimat yang berisi pertanyaan, fungsinya ialah untuk meminta informasi tentang sesuatu.
  • Konjungsi Temporal – Konjungsi temporal merupakan kata penghubung yang berhubungan secara kronologis dengan waktu dan kejadian dari kedua peristiwa yang memiliki keterkaitan. Misalnya, setelah ini, kemudian, lalu, sesudah itu, selanjutnya, sebelum itu, dan lain-lain.
  • Verba material dan tingkah laku – Verba material adalah perbuatan yang mengacu pada tindakan, seperti potonglah ubi itu, masukan air kedalam wadah. Sedangkan Verba tingkah laku adalah perbuatan yang mengacu pada tindakan berdasarkan ungkapan, seperti, tunggu kira-kira 5 menit, tunggu sampai matang, tetap pertahankan, dan lainnya.

  • Partisipan manusia – Partisipan manusia adalah mempartisipasikan atau mengikutsertakan manusia dalam tulisan tersebut untuk membantu langkah-langkahnya.

  • Bilangan penanda – Bilangan penanda adalah bilangan yang mengurutkan langkah-langkah pada tulisannya.

 

Contoh Teks Prosedur Kiat Berwawancara Kerja Beserta Strukturnya

Contoh-Teks-Prosedur-Kiat-Berwawancara-Kerja

Bagi perusahaan, wawancara merupakan kesempatan untuk menggali kualifkasi calon pegawai secara lebih mendalam, melihat kecocokannya dengan posisi yang ditawarkan, kebutuhan dan sifat perusahaan. Wawancara pun menjadi ajang tanya jawab antara pewawancara dengan calon. Agar mudah dipahami oleh mitra bicara, kita harus berbicara dengan jelas. Jaga agar kita tidak berbicara terlalu cepat atau lambat, atur juga suara agar jelas terdengar. Suara yang terlalu pelan membuat kita terlihat kurang percaya diri, sementara suara yang terlalu keras membuat kita terlihat agresif. Penggunaan bahasa yang baik juga menjadi suatu keharusan.


Selain itu, perhatikan betul apa yang disampaikan pewawancara agar kita dapat memerikan jawaban yang relevan. Tak ada salahnya menanyakan kembali atau mencoba mengulangi pertanyaan yang diajukan untuk memastikan bahwa pemahaman kita sudah benar. Namun, jangan melakukannya terlalu sering karena justru akan membuat pewawancara mempertanyakan daya tangkap kita. Bahasa tubuh pun ikut memegang peranan. Gerakan nonverbal seperti mengangguk atau sikap tubuh yang agak condong ke depan menunjukkan bahwa kita tertarik pada apa yang disampaikan si pewawancaraa. Pastikan pula kita menjaga kontak mata dengan pewawancara, karena kontak mata penting dalam proses komunikasi, termasuk dalam wawancara kerja.

Singkatnya, akan lebih baik jika kita mampu menampilkan sikap yang antusias secara verbal maupun nonverbal. Oleh karena itu, hindari bahasa tubuh yang dapat diartikan negatif, seperti menggoyangkan kaki, mengetuk-ngetuk jari, atau menghindari kontak mata. Cara berbicara yang percaya diri namun tidak terkesan sombong dapat menarik minat pewawancara.
Pada saat berbicara, hindari uraian yang panjang lebar dan berteletele. Cobalah mengemas kalimat secara singkat dan terfokus, namun tetap menarik. Kita diharapkan mampu menunjukkan bahwa kita adalah orang yang tepat untuk posisi yang ditawarkan. Ceritakanlah kemampuan atau pengalaman yang relevan dengan posisi tersebut. Hindari mengkritik atasan atau rekan kerja sebelumnya karena ini menunjukkan sikap yang tidak professional.

Selama wawancara berlangsung, jadilah diri sendiri. Ungkapan ini mungkin terdengar klise, namun jauh lebih baik menjadi diri sendiri dan berbicara dengan jujur, daripada mencoba mengatakan sesuatu yang menurut kita akan membuat pewawancara merasa terkesan. Jangan melebih-lebihkan kualifkasi kita, apalagi mengelabui dengan memberikan data yang tidak benar. Cepat atau lambat, pewawancara akan menemukan bahwa data tersebut hanyalah karangan. Tunjukkan bahwa kita mampu mengenali diri kita sendiri dengan tepat.

Pewawancara biasanya memberikan kesempatan kepada kita untuk mengajukan pertanyaan di akhir wawancara. Gunakanlah kesempatan ini secara elegan dengan cara menunjukkan rasa ingin tahu kita tentang lingkup dan deskripsi tugas posisi yang dilamar, kesempatan pengembangan diri, dan sebagainya. Ini wajar, karena bersikap pasif dan menyerahkan segala sesuatu kepada pihak perusahaan tidak akan menambah nilai kita di mata pewawancara.

Calon yang mau bertanya dalam porsi yang tepat menunjukkan kesungguhan minatnya pada posisi yang ditawarkan dan juga pada perusahaan. Di sesi ini biasanya muncul pula pembicaraan mengenai gaji dan tunjangan. Pewawancara sangat menghargai kandidat yang mampu menentukan nominal gaji yang ia harapkan, karena dianggap dapat melakukan penilaian atas kemampuannya dan tugas-tugas yang akan dilakukan. Tentu saja angkanya harus logis sambil tetap membuka kesempatan untuk negosiasi. Dengan persiapan matang dan unjuk diri yang baik saat wawancara, kita telah meninggalkan kesan yang layak untuk dipertimbangan oleh perusahaan.
(Sumber: “Unjuk Diri yang Baik dalam Wawancara Kerja” dalam Kompas dengan pengubahan).

  • Struktur Teks Prosedur

Teks prosedur dibentuk oleh ungkapan tentang tujuan, langkah-langkah, dan penegasan ulang.
1. Tujuan merupakan pengantar tentang topik yang akan dijelaskan dalam teks. Pada contoh teks berjudul “Kiat Berwawancara Kerja”, pendahuluan yang dimaksud berupa pengertian wawancara dan manfaat bagi suatu perusahaan (paragraf 1).
2. Langkah-langkah berupa perincian petunjuk yang disarankan kepada pembaca terkait dengan topik yang ditentukan (paragraf 2-9)
3. Penegasan ulang berupa harapan ataupun manfaat apabila petunjukpetunjuk itu dijalankan dengan baik (paragraf 10)
Struktur-Teks-Prosedur
  • Unsur Kebahasaan Teks Prosedur
  1. Banyak menggunakan kata-kata kerja perintah (imperatif). Kata kerja imperatif dibentuk oleh akhiran –kan, -i, dan partikel –lah.
Bentuk dasarImbuhan/PartikelBentukan Kata
perhati-kanperhatikan
pasti-kanpastikan
tunjuk-kantunjukkan
cerita-kanceritakan
hindar-ihindari
jadi-lahjadilah
  1. Banyak menggunakan kata-kata teknis yang berkaitan dengan topikyang dibahasnya. Apabila teks tersebut berkenaan dengan masalah komunikasi, akan digunakan istilah-istilah komunikasi pula, misalnya tanya jawab, kontak mata, pewawancara, verbal, nonverbal, bahasa tubuh, dan negosiasi.
  1. Banyak menggunakan konjungsi dan partikel yang bermakna penambahan, seperti selain itu, pun, kemudian, selanjutnya, oleh karena itu, lalu, setelah itu, dan di samping itu.
  1. Banyak menggunakan pernyataan persuasif. Berikut adalah contoh kalimatnya.
  • Penggunaan bahasa yang baik juga menjadi keharusan.
  • Singkatnya, akan lebih baik bila kita mampu menampilkan sikap yang antusias, verbal, maupun nonverbal
  1. Apabila prosedur itu berupa resep dan petunjuk penggunaan alat, akan digunakan gambaran terperinci tentang benda dan alat yang dipakai, termasuk ukuran, jumlah, dan warna.

Unsur-Kebahasaan-Teks-Prosedur


Contoh Teks Prosedur Cara Mendirikan Tenda Kemah

Contoh-Teks-Prosedur-Cara-Mendirikan-Tenda-Kemah

Ada beberapa jenis tenda yang dapat digunakan dalam kegiatan kepramukaan, tetapi untuk kegiatan berkemah yang baik, tenda yang digunakan hendaknya merupakan tenda standar yang mendirikannya dengan menggunakan tali dan patok. Hal ini untuk melatih keterampilan dan ketangkasan anggotanya dalam kegiatan berkemah tersebut.

Berikut ini cara mendirikan tenda yang benar dan baik dalam kegiatan berkemah pramuka yaitu :

  1. Periksa, bersihkan dan amankan terlebih dahulu area atau wilayah tempat yang akan dipasangi tenda

  2. Persiapan perlengkapan dan peralatan untuk memasang tenda seperti ; tenda, tiang, patok, tali, palu kecil, dll.

  3. Buka lembaran tenda untuk mengetahui besarnya dan tentukan arah dan sudut tenda.

  4. Pasang tiang tenda sesuai posisinya, dalam hal ini pada sudut-sudut tenda yang bersangkutan.

  5. Tancapkan patok-patok pada tiap sudut tenda dan pintu tenda.

  6. Setelah menegakan tiang tongkat, ambil tali, lalu ikatkan pada patok yang sudah tertancap di tanah.

  7. Begitupun dengan tiang depan, ikatkan talinya. (Alangkah lebih bagus jika menggunakan tali ganda).

  8. Pasang pendukung tenda, seperti, lampu, pagar, gerbang dan lain sebagainya.

     sumber

Setelah membaca materi di atas, Jawablah Soal-soal berikut

Mengelola Informasi dalam Ceramah

 BAB III 1. Mengelola Informasi dalam Ceramah          Pernahkan kamu mendengar ceramah?          Apakah kamu suka ketika mendengar ceramah?...