Minggu, 22 September 2019

KD.3.6 Menganalisis struktur dan kebahasaan teks editorial


KD.3.6  Menganalisis struktur dan kebahasaan teks editorial
IPK.     3.6.1 Menemukan struktur dalam teks editorial
             3.6.2 Menentukan teks kebahasaan dalam teks editorial
             3.6.3 Menyusun argumen atau pendapat terhadap isu aktual

1. Menemukan struktur dalam teks editorial

    Editorial termasuk ke dalam jenis teks eksposisi, seperti halnya ulasan dan teks teks sejenis diskusi. Dengan demikian struktur teks editorial meliputi  Pengenalan isu (tesis), argumen, dan penegasan.

1.       Pengenalan isu
     Pengenalan isu merupakan bagian pendahuluan teks editorial. Fungsinya adalah mengenalkan isu atau permasalahan yang akan dibahas bagian berikutnya. Pada bagian pengenalan isu disajikan peristiwa persoalan aktual, fenomenal, dan kontroversial.

2.       Penyampaian pendapat/ argumen
     Bagian ini merupakan bagian pembahasan yang berisi tanggapan redaksi terhadap isu yang sudah diperkenalkan sebelumnya.

3.       Penegasan
    Penegasan dalam teks editorial berupa simpulan, saran atau rekomendasi. Di dalamnya juga terselip harapan redaksi kepada para pihak terkait dalam menghadapi atau mengatasi persoalan yang terjadi dalam isu tersebut.

Berikut contoh teks editorial:

Pengenalan isu
   Zaman sekarang banyak hal memalukan yang terjadi di negara ini seperti korupsi, suap, dan sebagainya. Anehnya, pelaku kejahatan tersebut adalah orang pintar yang namanya berekor gelar dari universitas terkenal. {Memandang fenomena yang terjadi, agaknya ada yang salah dengan pola pendidikan formal di sini dan harusnya sudah ada kajian ulang.} Pola pendidikan terlalu menekankan pada ilmu duniawi semata. Yang menghasilkan orang pintar, namun tidak terdidik ataupun memiliki budi pekerti baik.

Argumen 1: Pendapat
   Akibatnya orang pintar justru menjadi jahat, bersikap seperti maling, menindas kaum lemah. Padahal harusnya merekalah yang menjadi penolong dan pemimpin yang dapat memberikan manfaat bagi umat.

Argumen 2: Fakta
   Banyak orang terhormat di negara ini yang tertangkap basah melakukan tindak korupsi ataupun penyuapan. Bahkan mereka yang bergelar pendidikan tinggi dan mengaku sebagai alim ulama, tetapi bertindak memalukan dan merugikan sesama.

Argumen 3: Fakta
   Bahkan banyak yang melakukan kejahatan ini secara berjamaah, bersama dengan teman sejawat yang katanya juga terhormat. Mirisnya, kala ditangkap oleh pihak berwajib, tetap saja memasang wajah tanpa dosa dan sanggup menebar senyum. Seolah tak miliki rasa bersalah dan justru senang dengan apa yang telah diperbuat.

Argumen 4: Sindiran
   Apa mereka tidak tahu dan tak ada yang pernah mengajari bahwa memakan uang yang bukan haknya adalah perbuatan dosa dan haram hukumnya?

Kesimpulan
   Memang mereka sudah kehilangan akal dan tak lagi memiliki urat malu. Karenanya sangat perlu untuk memperbaiki sistem pendidikan formal yang tak hanya mementingkan hasil. Melainkan juga proses agar dapat mencetak generasi yang cerdas dan berakhlak baik.


2. Menentukan teks kebahasaan dalam teks editorial

    Kaidah kebahasaan teks editorial tergolong ke dalam kaidah kebahasaan yang berciri bahasa jurnalistik. Berikut ini ciri-ciri dari bahasa jurnalistik teks editorial.

1.       Penggunaan kalimat retoris.
Kalimat retoris adalah kalimat pertanyaan yang tidak ditujukan untuk mendapatkan jawabannya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dimaksudkan agar pembaca merenungkan masalah yang dipertanyakan tersebut sehingga tergugah untuk berbuat sesuatu, atau minimal berubah pandangannya terhadap isu yang dibahas.

Contoh: Benarkah pemerintah tidak tahu atau tidak diberitahu mengenai rencana Pertamina menaikkan harga elpiji?

2.       Menggunakan kata-kata populer sehingga mudah bagi khalayak untuk mencernanya
            Tujuannya agar pembaca tetap merasa rilek meskipun membaca masalah serius dipenuhi tanggapan yang kritis. Contoh kata-kata populer adalah terkaget-kaget, pencitraan, dan menengarai.
3.        
      Menggunakan kata ganti petunjuk yang merujuk pada waktu, tempat, peristiwa, atau hal lainnya yang menjadi fokus ulasan.

Contoh:
a.       Sungguh, kenaikan kenaikan harga itu merupakan kado yang tidak simpatik, tidak bijak, dan tidak logis.
b.      Berdasar simpulan rapat itulah, Presiden kemudian membuat keputusan harga elpiji 12 kg yang diumumkan pada hari minggu kemarin.
c.     Rasanya mustahil kalau pemerintah, dalam hal ini Menko Ekuin dan Menteri BUMN tidak tahu serta tidak dimintai pandangan, pendapat, dan pertimbangannya.
4.       
           Banyaknya penggunaan konjungsi kausalitas, seperti sebab, karena, oleh sebab itu. 
             Hal ini terkait dengan penggunaan sejumlah argumen yang dikemukakan redaktur berkenaan dengan masalah yang dikupasnya.
a.       Masyarakat sebagai konsumen menjadi terkaget-kaget karena kenaikan tanpa didahului sosialisasi.
b.      Malah boleh jadi ada politisi yang mengategorikannya sebagai reaksi yang cenderung bersifat pencitraan sehingga terbangun kesan bahwa pemerintah memerhatikan kesulitan nsekaligus melindungi kebutuhan rakyat.

 @Bahasa Indonesia kelas XII, kemendikbud RI 2018

Sabtu, 07 September 2019

Cerpen "Pesan Sesaat di Pagi Hari"


PESAN SESAAT DI PAGI HARI

karya: Toyib Hidayat

  

   Pagi itu, ku terbangun dari gemerlap mimpiku dengan sisa-sisa yang membekas disenyumku. Ditemani mata yang sayu, ku membasuh bekas itu hingga terus memudar dan hilang sepenuhnya. Aku berjalan melintasi detik, menit, hingga jam. Bersama pula mimpi itu meninggalkan tempat asalnya. Namun ketika bintang kembali gemerlap dengan cahaya yang menari-nari di balik tirai kelabu bersamanya kembali datang mimpi itu. Mimpi yang sama dengan kemarin, dengan kejadian serupa didalamnya. Mimpi yang menguasai seluruh ragaku disaat aku tak sadar dalam pejaman mataku. Mimpi yang selalu menitipkan pesan sebuah senyuman di akhir kedatangannya. Meski titipan itu selalu kuhapusnya dengan basuhan air nan sejuk di pagi hari bagaikan hembusan angin yang meraba kulit di pinggir pantai pada malam hari dan bersamanya mimpi yang selalu menitipkan pesan itu hanyut mengalir bersama titipan senyum yang memudar. Hingga akhirnya aku di buat terperanga dengan mimpi yang datang untuk ketiga kalinya dan bersamanya menggandeng akhir dari kisah yang ia ceritakan kepadaku selama ini. di saat ku terpejam  dengan iringan bunga tidur yang di bawakan mimpi itu khusus untukku dengan tegas dan berulang darinya ia ceritakan sebuah pertemuanku dengan sesosok mentari pagi yang nantinya akan memberikan kehangatan di setiap hari-hariku. Sembari diceritakannya kisah itu kepadaku, akupun berusaha bangkit dari lelapnya tidurku dengan rasa ingin dan penasaranku tuk membuktikan dongeng yang diceritakan mimpi itu kepadaku.
   "oh,,  kenapa sangat sulit. Kenapa aku tidak bisa bangun". Ucapku dalam hati, tubuhku serasa terikat dipaksa ku mendengar kisahnya yang terpaku akan menimpa diriku. "oh mimpi,,  haruskah ku mendengar kisahmu hingga selesai sedang ku sangat ingin terbangun dan membuktikan ceritamu??". Tanyaku kembali pada mimpi itu yang masih tengah bercerita kepadaku. Hingga akhir dari ceritanya mimpi itu membolehkan aku terbangun dengan tak lupa ia kembali menitipkan senyuman yang sama seperti biasa di bibirku. Tarbangunlah tubuhku dari ikatan tali yang membelenggu raga ini Seraya dalam hatiku mengucap "bunga tidur yang sangat indah,,  kali ini aku tidak akan menghapusnya". Dengan penasaran menggebu kubiarkan mimpi itu tetap bersemayam di pikiranku dan tidak kan ku usir lagi dari tempat asalnya hingga ku mendapatkan pembuktian dari kisah yang diceritakan mimpi itu kepadaku. Yang membuatku berdebat dalam imajinasiku sendiri, bertanya-tanya tanpa jawaban menambah kuat rasa penasaranku akan setiap pertanyaan yang semakin banyak bermunculan dalam bola berisi otak jenuh ini. Dengan genggaman harapan yang mencengkram begitu kuatnya ku takkan menghapus pesan terakhir mimpi itu, berulang kalinya aku mengukuhkan bahwa semua akan ada jawaban. Tiba saatnya Ku bertanya pada bintang yang mengantar mimpi itu kepadaku, namun jawabannya nihil. Bintang yang begitu dekat dengan mimpiku pun tak tahu apa maksud dari mimpi itu menceritakan semua tentang ini kepadaku.
   Dan pada puncak usangnya harapanku akan semua jawaban yang ku pastikan datang. Sampai lah sebuah pesan singkat yang dikirimnya dalam sebuah kaca elektronik kunamainya. Bersamanya mentari pagi yang dikirimkannya kepadaku. Sebuah pesan yang tak ku duga dan tak kusangka menjawab semua pertanyaan yang telah lama bersemayam dalam kepalaku ini meski dengan kutipan jawaban semu. "apakah mimpi itu telah menepati janjinya?, apakah semua ini akan nyata?". tanyaku perlahan dalam benak. Meski pesan itu telah ku baca berulang kali, namun masih semu saja bagiku. Niatku untuk memperjelas jawaban itu dengan membalas pesan di pagi hari itu sambil ku bertanya pada mentari pagi yang mengiringnya "apakah dia akan membalas pesanku hai mentari pagi?". Ku mulai bertanya pada mentari namun jawabannya kembali nihil, sang mentari yang bersama pesan itu datang kepadaku juga tidak tahu. "sebegitu misteriusnya dia!. Sampai kau pun tidak tahu apakah dia akan membalas atau tidak. Sedang kamu adalah pengiring pesannya kepadaku". Kembali ku bercakap pada mentari pagi itu. Namun, Mulai ku merasa aneh akan perkacapan ini, aku merasa bahwa aku ini gila,  aku berbicara pada mentari pagi sedang ia tidak mampu berbicara,  aku bertanya dengan bintang sedang ia tidak akan bisa menjawab pertanyaanku. "ah..  Tapi ini semua asik-asik saja. Meski seperti orang gila" tanggapku dalam hati dengan sedikit rasa malu. Tak berselang lama sebaris karangan pesan menghampiri retina mataku. Terpampang jelas di permukaan kaca elektronikku berpapasan langsung ke bola mataku. Sedikit ku tak percaya olehnya. Dia yang kukira sebagai sosok yang sangat misterius tanpa enggan menerima pesanku dan langsung membalasnya. "wah. Kali ini jawaban pesannya cukup jelas, siapa gerangan dia? Ternyata semua yang diceritakan mimpi itu benar adanya". 
      Anggapan tegasku kembali meluap. Ku mulai membaca secarik pesan itu secara perlahan sembari ku mendalami maksudnya. Dan ternyata dia yang benar-benar ku anggap sebagai sosok yang misterius tak lain adalah sosok yang ceria dan bersahaja. Hingga Anggapan awalku tentangnya mulai ku tepis jauh-jauh sejalan ku mulai mengenalnya lebih dekat lagi melalui secarik pesan yang saling berbalas di setiap pagiku. Ku mulai dekat dengannya dengan ikatan tali pesan yang semakin kuat di setiap pagiku. Tak lupa dengan mimpiku, aku menaruh pesan terima kasih kepadanya karena telah menceritakan kisah ini dalam pejaman mataku dan mewujudkannya dalam kenyataan hari-hariku.
   Namun rasa penasaranku akan tentangnya belum terbayar lunas. Masih terasa mengganjal dalam benak pertanyaan-pertanyaan akan keberadaannya sebagai sesosok wanita yang suka membuat kebun bunga dalam hatiku. Aku penasaran bagaimanakah kenampakan dari wajahnya yang oleh mimpi itu bercerita bahwa dia suka dengan mentari pagi dan menatap dengan kelentikan matanya yang begitu indah. Aku semakin penarasan dan semakin penasaran. Inginku melepas bebas penasaranku ini dengan sebuah pertemuan meski singkat sekalipun. Kerasnya harapanku ini membuatku nekat melakukan berbagai macam cara agar dapat berjumpa dengan dia yang masih terasa asing bagiku. Imajinasiku semakin bermain dengan jarak tanpa pertemuan ini. Kini aku mulai mengada-ngada perihal tentang wajahnya, tentang kelentikan matanya, sebagaimana diceritakan mimpi itu kepadaku. Tak luput juga dengan penasaranku ini ku barengi dengan bait-bait doa dan harapanku untuk bertemu dengannya. 
     Hingga pada hari itu, senin orang-orang menamainya. Aku berjalan menuju tempat dimana ilmu terkumpul di tempat itu.  hendak ku mendaftar untuk menjadi bagian dari orang-orang yang sebelumnya sudah ada dan marauk hampir sebagian ilmu-ilmu di tempat itu. Dan Di awal tibanya ku di tempat itu, dengan sorot mentari pagi yang sedikit sayu akibat awan putih bagai bola-bola kapas menutupi sebagian wajah mentari tak luput dengan butir-butir embun yang mulai memudar, di tempat itu. Ya, tepatnya diteras itu. Sesosok wanita tengah memandang mentari dengan wajah murung. Inginku tegur dia dengan sapaan selamat pagi,  namun ku urungkan niatku itu. "ah, fokus mendaftar saja", ucapku dengan suara lirih sambil meninggalkan wanita itu menuju ruang utama pendaftaran. Sesaat sebelum namaku disebut sebagai salah satu calon anggota baru di tempat itu. Dalam antrianku terbesit kembali sebuah pertanyaan dalam benak, siapakah sosok perempuan di teras tadi. Namun aku tidak ingin memusingkan perihal pertanyaan-pertanyaan itu. Usahaku memalingkan pikiran dari pertanyaan itu gagal, "ah. 
     Kubiarkan saja dia di pikiranku, malas aku urus. Mending ku pikir soal pendaftaranku", kembali ku berucap spontan seperti orang gila. Hingga akhirnya aku di terima menjadi salah satu member dalam tempat itu, atau orang sering menyebutnya gudang ilmu. Dengan pertanyaan yang selalu menempel di kepalaku, ku kembali berjalan pulang. Tiba ku di rumah dan tanpa pertimbangan ku kembali memikirkan perihal Pertanyaanku tadi, hingga membuat pertanyaan-pertanyaan lain ikut bermunculan. "apakah sosok wanita tadi adalah orang yang sama dengan wanita pembuat kebun bunga dalam hatiku melalui bait demi bait pesannya. 
      Dan apakah dia sosok wanita yang suka memandang mentari pagi persis seperti yang di ceritakan mimpi itu padaku", kembali ku mulai berimajinasi. membuatku spontan bergegas membuka kotak pesan dalam kaca elektronik milikku. Entah apa yang membuatku secara spontan mengambilnya. Tetapi saat itu pula jari-jari tanganku secara refleks bekerja sama dengan dengan otakku. Tanpa seizin benakku, jari-jariku mengetik secarik pesan singkat berisi sebuah pertanyaan yang langsung dikirimkannya kepada sosok wanita yang suka dengan mentari pagi itu. Mulai hatiku berdebar keras, "kenapa sih aku harus tanya seperti itu kedia, kenapa coba tidak ku pikir secara matang dulu", ucapku dengan sedikit rasa kecewa dikarenakan ulah jari-jariku. Namun ternyata dari pertanyaan yang secara spontan kukirim tadi, menimbulkan sebuah percakapan singkat dalam kotak pesanku.
       Tanyaku melalui pesan kepadanya, "aku melihat sesosok wanita tengah memandang mentari pagi di teras dimana tempat orang menggali ilmu itu. Wanita itu tengah murung dengan sedikit embun di kedua kelopak matanya. Dia suka mentari, sama sepertimu. Apakah sosok wanita itu adalah kamu.?
Dengan respon yang cepat, tak berselang lama dia yang kini kupanggil dengan sebutan mentari menjawab pesan pertanyaanku. "benar, yang kamu anggap itu adalah aku memang benar itu aku, aku bersedih karena pagi itu mentari tidak senyum kepadaku melalui panacaran sinarnya, ingin aku menyalahkan awan tapi aku tidak punya bukti kalau awan lah penyebab dari semua itu."
      Dengan sedikit terheran dan tak percaya perihal yang barusan terjadi, serta penyesalan dangkal dalam benak, "kenapa aku tidak menyapanya saja tadi pagi, toh aku sangat ingin berjumpa dengannya" ungkap kalimat penyesalanku. Dengan parasaan yang sama, aku turut sedih atas apa yang dia alami setelah dia ceritakan semuanya kepadaku. Dengan percaya diriku yang kubalut dengan selongsong baja agar tidak mudah layu, ku membuat sebuah perencanaan dengannya untuk bertemu. Dengan dalih aku bisa saja membatu apa yang menjadi beban pikirannya saat ini, agar dia mau bertemu denganku. Sebuah rencana yang kususun rapi dimana untuk pertama kalinya aku melakukan pertemuan semacam ini.
   Tepat pada hari berikutnya, aku bangun lebih awal mempersiapkan segalanya yang mungkin kubutuhkan, berjalanlah aku ke tempat itu dengan percaya diriku yang masih kubungkus rapi dan berharap pagi itu awan tidak kembali berulah dengan menutupi sang mentari hingga setibanya ku di tempat kemarin, tempat ku gali ilmu untuk masa depanku. Tepat berhadapan denganku sesosok wanita yang mana kata-kataku untuk mengungkapkan perihalnya pun tak mampu. Dengan kelentikan dan sorotan matanya seketika langsung membisukanku. Dengan pikiran yang kosong, detak jantungku semakin keras dan cepat hingga terasa di bagian telapak kakiku. Kemudian ia tersenyum ke arahku seraya menghampiriku. 
      Dalam benak ku mengucap "subhanallah, inikah dia... " sambil menggelengkan kepala. "mentari tengah bersinar terang. Pantas saja dia tersenyum, tidak murung seperti kemarin". Kembali ku mengucap dengan suara lirih bersama pula dia berjalan semakin dekat ke arahku. Berdirilah dia tepat di depanku sambil menyapa dengan lembutnya, suaranya berayun lembut bagai permen kapas yang manis, terdengar kalimat "selamat pagi". Dengan suara bergetar dan kuyup keringat di tubuhku menyahutlah aku perlahan "pagi juga". Dag-dig-dug...  Terus jantungku bagai memainkan nada lagu my heart will go on. Tempo nadanya semakin cepat, jantungku memainkan melodinya setelah ia kembali bertanya kepadaku "gimana kabarnya kak". Semakin lemas kakiku hampir tak mampu menopang berat tubuhku, rasanya mau pingsan. Aku pun menjawab dengan penegasan bahwa aku ini baik-baik saja, bahkan lebih dari kata baik. Sepuluh menit berselang ku bertukar pikiran dengannya hingga hampir lupa perihal namanya. Secepatnya langsung ku bertanya perihal namanya. Namun setelah ku melantangkan pertanyaanku itu, sekejap ia terdiam sejuta bahasa, dan membuatku bingung. Menjawablah dia dengan jawaban yang menurutku bad answer. 
       Dengan lirih bak nada orang yang merasa bersalah, ia menjawab "perihal nama, mungkin kamu akan tau sendiri", dilanjutkan dengan senyum manis di bibirnya plus ciri khas matanya yang bulat sayu menatapku. Akupun menjadi ragu untuk kembali bertanya yang kedua kalinya. "kalau begitu aku kasih nama kamu mentari saja, kan kamu suka dengan mentari pagi, dan untuk nama panggilanmu adalah tari, gimana?". Tanyaku padanya. Ia tidak menjawab, namun mengangguk yang mengisyaratkan bahwa dia setuju dengan panggilan itu. Satu minggu berjalan, akupun semakin dekat dengannya melalui tiap-tiap pertemuanku. 
    Di tempat itu, mulai banyak ukiran-ukiran ceritaku dengannya. Membuat otot-otot wajah memaksaku untuk selalu tersenyum setiap kali aku mengingat tiap bagian dari ukiran cerita tentang aku dan dia. Dua minggu berjalan, kedekatanku dengannya semakin terasa jelas. Entah hanya aku yang merasakannya atau mungkin dia juga. Aku yang sebelumnya tidak mengenal kata cinta, sebaliknya kini cinta itu mulai mendobrak gerbang hatiku yang sebelumnya telah kututup rapat, meronta-ronta cinta itu terasa ingin menguasai seluruh isi hatiku. Memaksaku untuk mengungkapkan rasa itu. Rasa yang entah seperti apa rasanya, rasa yang tidak dapat ku cap langsung dengan lidah, rasa yang tak dapat ku raba keberadaannya dengan kulit, melainkan rasa yang mampu merangsang tubuhku hingga bergetar penuh keringat, layaknya seekor cacing yang terkena air garam, gelisah dan gundah menyelimuti tubuhku. Aku mengerti maksud hati ini, meski ia tidak dapat berbicara layaknya aku, namun sinyal-sinyal itu selalu terasa di hatiku. Hingga akhirnya, aku pun tak kuasa menahan rasa itu, memaksaku untuk langsung mengucapkannya. Dan tepat hari itu, hari di mana aku dan tari beristirahat untuk tidak menuntut ilmu. Aku kirimkan secarik pesan spesial untuknya, pesan yang mana isinya belum pernah kubuat seumur hidupku. 
    Harapanku, tari dapat merespon pesan itu sesuai dengan imajinasi yang sudah kurangkai sebelumnya. Niatku ingin memberi separuh kebun bunga dalam hatiku yang telah ia rawat dengan sepenuh hatinya. Dengan maksud agar ia juga dapat menikmati indahnya kebun bunga itu sambil menatap indahnya binar-binar cahaya mentari. Imajinasiku yang mulai meluas seketika terputus akibat bunyi keras dari bell notifikasi pesanku. Bell yang menandakan sebuah pesan masuk di kotak pesanku. Dengan sigap dan tanpa pikir panjang aku langsung membukanya, ternyata itu adalah respon pesanku dari tari. Dengan semangat aku langsung membacanya. Secarik pesan itu mengisyaratkan bahwa tari telah menerimaku sebagai pendamping barunya, serta di akhir pesan itu, ia menyisipkan sebuah gambar wajah dengan pipi memerah yang tersipu malu. Menandakan bahwa dia mengiyakan permintaanku dengan sedikit rasa malu. Setelah ku baca pesan itu, entah bagaimana aku dapat meluapkan kegembiraan ini. Hingga aku lupa terhadap semua tugas-tugasku yang telah menumpuk, lupa terhadap hutang-hutang temanku kepadaku yang hampir membuatku gila bagaimana cara menagihnya. Seketika seluruh bunga dalam kebun bunga di hatiku bermekaran. Detak jantungku kembali meningkat melampaui batas normal. Sempat terbesit dalam pikiranku untuk berterimakasih terhadap cinta itu yang memaksaku untuk segera mengungkapkan rasa ini. "untung langsung aku ungkapkan perasaan ini dan tidak ku pendam-pendam". Ucapku dalam hati sambil senyum-senyum sendiri.
   Mulai hari itu, setiap pagiku selalu ku awali dengan semangat, bahkan walau hanya sarapan dengan secarik pesan dari tari yang sudah menunggu dan siap ku baca dalam kotak pesanku. Membuatku bersemangat serta rajin untuk pergi menggali ilmu setiap hari bersamanya, hari libur pun ingin rasanya aku hilangkan. Sehari tak bertemu dengannya,  serasa aku mengunyah satu liter cabai tanpa air minum setetes pun.
   Dua bulan berjalan, aku selalu berdampingan dengan tari. Ya tari, dialah kekasih pertama dan terbaik bagiku. Tak ada sesosok wanita manapun yang mampu menggantikan posisinya saat ini. Perhatiannya selalu ada untukku dan tak luput baginya, bagai jumlah titik air hujan yang jatuh kebumi, hingga akupun tak sanggup untuk menghitung jumlahnya. Membuat Rajutan benang-benang cinta ini semakin kuat.
   Kini masuk bulan ke empat, aku masih bersamanya dengan perasaan yang sama, tak berubah setitik pun. Bulan ini masuk musim hujan, pasukan awan-awan kelabu berdatangan sepanjang hari,  siap menutupi tiap-tiap helai cahaya mentari yang berusaha menerobosnya. Udara mendung mulai terasa. Begitu pula dengan keanehan perasaanku terhadap tari.  Keanehan ini muncul bukan tanpa sebab, dia yang awalnya selalu menghiburku, kini dia yang haus akan hiburan. Setiap aku berusaha menghiburnya, dia selalu saja memasang muka cemberut dengan tatapan kosong yang mengarah padaku. Dulu pesan yang ia kirimkan kepadaku bagai sebuah puisi yang tiap kali aku membacanya, bunga dalam hatiku selalu kembali bermekaran. 
      Namun kini, pesan-pesannya bak cerita horor yang akupun takut untuk membacanya. Dulu yang tiap pesannya aku selalu kewalahan untuk membaca per tiap katanya. Kini, walau seratus kali ku ulang tuk membacanya pun aku masih sanggup. Kini hatiku mulai meneteskan air matanya, meski tak terdengar suara tangisannya. Membuat 1001 pertanyaan kembali datang menghampiriku dan bersarang dalam otakku. "apakah dalam hatinya sudah tidak ada perasaan cinta untukku lagi". Ucapku dalam hati dengan pikiran kacau entah kemana. Namun, pertanyaan-pertanyaan itu langsung ku tepis jauh-jauh sembari ku menghindarinya. "mungkin dia begitu karena lagi badmood, soalnya mentari pagi nggak muncul-muncul karena terhalang awan mendung, dan dia paling nggak suka kalau mentari tidak muncul. Akibatnya berimbas kepadaku, dia mulai cuek denganku. 
      Mungkin benar karena itu ya?". Ucapku tegas dalam hati untuk menepis semua pertanyaan yang bersarang di pikiranku. Musim hujan semakin menjadi-jadi, awan gelap terus berdatangan dan hujan turun di mana-mana. Sepanjang hari mentari tak memancarkan sinarnya walau hanya satu menit. Hubunganku dengan tari pun kini rentan patah, aku berusaha tetap merawatnya, berharap retakan-retakan ini dapat pulih kembali. Namun tari semakin cuek. Dia tidak peduli akan keberadaanku meski perhatian dariku terus mengguyurnya. "ada apa ini sebenarnya, apakah karena musim hujan dan mentari pagi tak kunjung menampakkan dirinya". Ucapku dengan perasaan risau. Kini untuk bertemu sesaat saja pun enggan baginya untuk melakukan. Setiap aku bertemu dengannya, dia selalu berusaha memalingkan wajahnya. "ada apa sebenarnya ini tari, coba jelaskan baik-baik kepadaku". Tanyaku kepadanya namun tidak di gubris. Musim hujan semakin lebat. Pesan-pesan yang kukirim kepadanya pun tak kunjung ada balasan. Hatiku meringik, menangis tersedu-sedu, sangat sulit untuk di tenangkan. Di malam hari aku menggigil kedinginan, sama halnya di siang hari, angin kencang itu menusuk tulangku menembus jaket tebalku bagai pisau yang begitu tajam.  Karena pesan-pesan dan perhatian yang mampu memberi kehangatan hilang entah kemana. Hari itu aku bertemu langsung dengan tari, namun masih sama seperti biasa, dia begitu cuek, raut masam belum terlepas dari wajahnya. Ia berjalan ke arahku. Semakin dekat denganku nampak jelas terlihat matanya yang berkaca-kaca dengan bekas tetesan air di pipinya. Ku melihat bunga mawar penuh duri tengah ia genggam erat. Langsung di todongkannya bunga itu kepadaku, sambil ku lihat begitu banyak goresan dan bercak tinta merah di tangannya akibat duri mawar itu. Dengan cepat aku langsung menerima bunga mawar itu, tak peduli seberapa dalam duri bunga mawar itu akan menusukku. "inilah bukti cintaku tari, kesusahanmu adalah kesusahanku juga". Aku mengatakan itu pada tari, meski dia tak menggubrisku dan langsung pergi dengan goresan dan tinta merah yang masih melekat di tangannya. Hujan turun saat itu juga, membasahi pipiku, tak sanggup ku membendungnya. Bunga-bunga dalam hatiku layu seketika, hatiku menjerit kesakitan, mendadak seluruh tubuhku terasa dingin serta wajahku ikut pucat melihat tari pergi begitu saja tanpa pesan ucapan yang keluar langsung dari mulutnya. Ia pergi entah kemana, awan itu menariknya pergi.
   Lambat laun hari-hariku pudar, tak semangat melakukan apapun. Aku masih menatap kotak pesanku berharap ada balasan darinya. Meski tak kunjung ada kabar darinya, aku tetap menata rapi cinta dan harapan ini. Kususun di lemari jati agar tidak di makan rayap dan tak cepat rusak. Dia pergi..  Ya,,  dia pergi..  Sungai kecil melintasi kedua belah pipiku. Tak ada obat bagiku saat ini kecuali kamu seorang tari. Ingin rasanya aku menancapkan seluruh duri bunga mawar yang kau berikan ke tubuhku tepat di jantungku berharap langsung berhenti.
   Kini kau pergi entah kemana. Pergi tanpa alasan yang jelas. Mungkin Kau telah menemukan sebuah tempat, yang mana di tempat itu mentari lebih indah dan mampu membuatmu tersenyum setiap harinya. Dulu tari sangat membenci awan yang selalu menutupi mentari pagi, kini aku yang sangat membenci awan karena telah membuat tari pergi.
Tari..  Ternyata kau hanya sesosok bidadari yang singgah di duniaku untuk sementara saja, memberi kehangatan untukku. Yang sebelum kedatanganmu, kau menyuruh mimpi itu agar menyampaikan pesan perihal sebuah pertemuan ini. Dan semua itu hanyalah pesan sesaat di pagi hari. Tapi tenang tari, kau jangan risau. Cinta ini bagai bola permata yang akan ku jaga selalu. Serta harapan dan cerita kita semua tersusun rapi dalam lemari khususku. Agar ketika kau kembali, kita hanya perlu membersihkannya saja dari debu-debu yang melekat. Aku berharap kau kembali setelah musim hujan pergi, setalah awan-awan kelabu ini bermigrasi. Kau menetap dan selamanya di sini. Aku di sini tari. Di teras tempat awal kita bertemu.
Aku menunggumu,  aku menantimu, harapanku ada padamu.










   See you next soon. I am waiting for you***

Sabtu, 18 Mei 2019

PELANGI DAN SENJA By ANDRI ASTONO, S.Pd


PELANGI DAN SENJA 
By ANDRI ASTONO, S.Pd



           
Saat sendiri terkadang rasa bosan itu muncul, mengusik, hingga merusak waktu tidurku. Semua jadi membosankan seperti saat kamu mendengar cerita lucu, yang sebetulnya tidak lucu. Yang bahkan tidak mampu membuatmu tertawa. Saat teman-temanmu mengisahkan cerita bahagia mereka, dan kamu hanya bisa mendengar saja sambil bergumam “aku, kapan bisa bahagianya?”.
            “Kisah cinta yang tak pernah berakhir bahagia” mungkin itu judul yang pas untuk sebuah buku harian. Judul yang sangat menyakitkan. Namun waktulah yang mengajarku banyak hal. Matahari yang terbit setiap pagi, yang tampaknya tidak pernah bosan menyapaku. Senja yang datang dan menghilang digantikan malam pekat yang sepi. Bulan dan bintang yang selalu menemaniku bercerita, bercerita apa saja yang aku mau. Mereka tampaknya setia, walau saat mendung datang mereka tak mau menemaniku.
            Di bawah tiang bendera itu, adalah tempat yang nyaman. Tempat yang sangat nyaman. Jika kamu bertanya kepadanya, tentu dia tahu semua hal tentangku. Tapi aku yakin dia tidak akan mengatakan semuanya padamu, karena dia sudah berjanji padaku untuk menjaga rahasia ini.
            Meninggalkan dan ditinggalkan. Mana yang akan kamu pilih?. Kalau boleh jujur, aku lebih memilih ditinggalkan daripada meninggalkan. Tapi apa kamu yakin bisa memilih salah satunya?. Jika kamu tak pernah berada dalam lingkaran itu, kamu tidak akan bisa menjawab dengan tepat. Sebab meninggalkan ataupun ditinggalkan sama-sama menorehkan sebuah luka.
            Semua orang mengharapkan hidupnya bahagia. Tapi sayangnya “bahagia” itu seperti seekor ayam hutan yang sangat liar. Kamu harus jatuh bangun untuk mengejarnya. Mungkin saja kamu akan berhasil menangkapnya, dan kamu akan bahagia. Tapi bisa jadi kamu hanya akan mendapatkan luka yang menyakitkan dan kamu tak berhasil menangkapnya. Bahkan yang paling menyedihkan bahagia itu justru ditangkap oleh orang lain, dan kamu hanya gigit jari sambil membasuh luka.
            Perjalanan panjang dari masa ke masa mengajarku banyak hal. Bahagianya mencintai, sedihnya tak dicintai. Beratnya meninggalkan, dan sakitnya ditinggalkan. Masing-masing punya referensi tersendiri, punya pendapat sendiri hingga menghasilkan keputusan yang menurut kita itu tepat, walau tanpa disadari itu justru sangat menyakitkan untuk orang lain.
            “Kamu adalah orang yang paling jahat! Tau nggak? Kamu…. Jahat!” kata-kata itu adalah hadiah dari sebuah keputusan, dan masih banyak kata-kata yang lebih sadis dari itu. Aku tak membenarkan diriku atas apa yang aku putuskan. Meski menurutku ini adalah yeng terbaik, tetap saja orang lain terluka olehnya. Aku tidak bisa terus bersamanya dan menganggap dia bahagia bersamaku. Setiap tetesan air mata yang justru berawal dari sikapku. Ya, aku bukan seseorang yang bisa mengendalikan perasaan orang lain. Aku tak ingin memiliki hati seseorang. aku tidak bisa membelenggu perasaan, pemikiran, dan kebebasannya. karena dia adalah dia. Dia bukan aku. Dia punya pikiran sendiri. Dia punya keinginan sendiri.
            Waktu menyeretku ke dalam kehidupan yang rumit. Membentang asa tapi sulit kubahasakan. Udara dingin menyeka kulit tipis tanpa balutan kain penyekat hawa dingin dan tubuh yang tampak ringkih. Tetesan-tetesan air hujan yang tadinya kusangka rindu, ternyata hanya candu. Candu yang menggerogoti semangatku.
            Hujan menyisakan warna yang indah. Tampak pelangi membujur dari barat ke timur. Melengkung indah disertai paduan warna yang menawan. Sepertinya bahagia jadi pelangi. Pelangi yang selalu disukai banyak orang. Tapi apakah besok pelangi itu datang lagi? Aku tak tahu.
            Hari ini aku ke pantai. Melihat deru ombak yang semarak di antara bebatuan tebing yang mengangakan mulutnya, melahap deburan ombak yang datang. Kulihat anak kecil membawa tas merah, dengan langkah bahagia, mengayun-ayunkan tangannya menyapu hempasan angin pantai yang coba menekannya. Aku melihatnya tersenyum manis. Sepertinya tak ada kepahitan yang dia rasakan. Mungkin dia belum mengenal cinta, hingga dia bisa sebahagia ini.
            Aku termenung di seonggok tunggak yang tampaknya sudah sangat lama berada di tempat itu. Rasanya kalau aku jadi dia, aku tak akan mampu untuk terus bertahan di sana. Saat hari masih cerah ia banyak ditemani dan dihibur oleh ratusan pasang mata yang mengajaknya foto bersama. Tapi ketika senja mulai datang, satu persatu meninggalkannya sendiri terpaku di bumi. Tak ada yang sekedar menyapanya mengucapkan salam perpisahan. “Ah… aku tak mau jadi tunggak”.
            Aku beranjak dari tempat itu, menjauh dari kerumunan masa yang masih riuh saja. Sambil berjalan pelan, kuseretkan kakiku ke pasir pantai yang tampak mengkilap di bawah terik sang surya. Kuharap dia bangun dan mengajakku bercerita. Bercerita apa saja tentang kisahnya, yang penting ada temanku bercerita. Tapi tampaknya pasir juga enggan berbicara padaku. Menyapaku saja enggan.
            Kulihat sepesang sepatu lusuh di tepi pantai. Tampaknya sepatu itu milik pengunjung yang sengaja membuangnya, atau bisa jadi lupa membawanya pulang. Mataku mengamati sepasang sepatu lusuh itu dengan berjuta pikiran yang merajut, mencoba menghubung-hubungkan hal demi hal yang berkaitan. Proses demi proses yang membentuk sebuah cerita yang kronologis memperberat kemampuan otakku. Di antara sepasang sepatu lusuh itu ternyata ada sebuah sandal yang hanya sebelah saja. “Jangan-jangan sandal ini mau memisahkan sepasang sepatu itu?” gumamku. Aku berjongkok dan mengambil sebuah sandal yang tampak hanya seorang diri. “Tempatmu bukan di sini teman” bisikku padanya. Entah dia punya telinga atau tidak yang jelas aku hanya ingin memberitahunya tentang sebuah kehidupan. Dimana kebahagiaan orang lain itu penting untuk dipertimbangkan. Jika dia bahagia dengannya, biarkan dia bahagia. Jangan ganggu mereka. Jangan sampai karena cinta kamu jadi egois memikirkan kebahagiaanmu, dengan memaksakan keinginan. Jika kamu mencintainya, biarkan dia bahagia dengan pilihannya.

            Aku membawanya menjauh dari sepasang sepatu itu. Aku tak ingin mereka terganggu dengan hadirnya sebuah sandal yang tidak mereka kenal.
            Matahari mulai condong ke barat, bersama awan yang berarak rapi membentuk berbagai pola yang ketika diamati bisa berbentuk apa saja yang kau bayangkan. Kamu bisa melihat ikan, sapi, sendok, gelas, sedotan, dan apa saja yang ingin kamu imajinasikan.
            Langit tampak berpendar dengan warna merah yang mewah. Senja mulai datang disertai sayup-sayup angin melambai dedaunan di sepanjang pantai. Aku bahagia melihat senja yang datang setiap sore. Meski ia pergi, ia selalu datang kembali sesuai dengan janjinya. Karena itulah aku lebih percaya senja dari pada pelangi.
***

Selasa, 26 Februari 2019

Kemampuan menulis cerpen siswa kelas x SMA Negeri 2 Unaaha

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia yang berkembang dewasa ini merupakan salah satu bagian penting dalam pendidikan. Dengan demikian pembinaan bahasa Indonesia hendaknya diarahkan pada keterampilan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. Orientasi pengajaran bahasa Indonesia tersebut dapat dilakukan pada semua jenis dan jenjang pendidikan formal, yaitu dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Tujuan pengajaran bahasa Indonesia untuk pemberian mata pelajaran dan sastra Indonesia antara lain adalah: (1) sebagai peningkatan pengajaran dan keterampilan berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya; (2) sebagai sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah; dan (3) sebagai sarana pengembangan penalaran (Depdikbud, 1994: 15).
Cerita pendek (cerpen) merupakan salah satu bagian dari karya sastra yang berbentuk prosa. Cerita pendek di Indonesia kian hari kian berkembang. Hal ini ditandai dengan munculnya buku-buku kumpulan cerita pendek maupun adanya kolom-kolom khusus di media massa yang memuat cerita pendek. Seiring dengan perkembangan yang terjadi zaman ini perlu adanya pengembangan dan pembelajaran yang mengarah pada keterampilan menulis cerita pandek yang baik dan menarik.
Tujuan pembelajaran menulis cerpen, siswa diharapkan dapat menulis cerpen secara tepat, baik menggunakan tanda baca, maupun penggunaan kalimatnya. Untuk merealisasikan tujuan tersebut maka dalam proses pembelajaran guru menugaskan pada siswa untuk memperbanyak latihan menulis cerpen sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan cerpen yang baik.
Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang perlu di kuasai siswa adalah menulis cerpen. Cerpen merupakan media komunikasi antara penulis dan pembaca. Dengan demikian, menulis merupakan bagian yang terpenting untuk menyalurkan gagasan yang menentukan cerpen tersebut bisa memikat hati pembaca atau tidak. Hal ini berarti pula bahwa semakin banyak seseorang menulis semakin banyak pula ide atau gagasan yang dikuasai dan sanggup untuk diungkapkan.
Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Keraf, 1988: 34) bahwa tujuan tulis-menulis atau karang-mengarang adalah untuk mengungkapkan fakta gagasan, perasaan, sikap dan isi pikiran secara jelas dan efektif kepada pembaca. Agar komunikasi dapat terlaksana dengan baik, penulis hendaknya mengungkapkan gagasan kedalam bahasa yang teratur dan lengkap, termasuk penulisan bahasa Indonesia kedalam tulisan-tulisan secara tepat untuk mewakili pikiran dan perasaan yang ingin dinyatakan dalam kalimat.
Mengingat pentingnya keterampilan menulis maka sudah sewajarnya pengajaran penulisan cerpen dibina dengan sebaik-baiknya. Pembinaan yang baik tidak saja menghasilkan siswa yang terampil tetapi juga dapat mengembangkan potensi menulis siswa dalam bahasa Indonesia yang baik dan efektif. Namun masih banyak hambatan yang dihadapi oleh siswa sehingga belum bisa menuangkan ide-ide kreatif mereka secara bebas dalam berekspresi sehingga belum sesuai dengan apa yang diharapkan.
Banyak kendala yang dihadapi ketika menulis cerpen, sulit menuangkan pikiran dan perasaan lewat tulisan yang disajikan, sehingga tulisan-tulisan yang dihasilkan terasa kaku, sulit untuk dipahami maksud dan tujuannya. Pemilihan kata dalam setiap tulisan harus mampu mewakili dan melukiskan apa yang menjadi tujuan dalam sebuah cerpen agar jelas gagasan yang hendak diungkapkan, pemilihan tema yang menarik dan pengembangan imajinasi yang baik.
Kelancaran komunikasi dalam kegiatan menulis bergantung pada bahasa yang dilambangvisualkan. Agar komunikasi melalui bahasa tulis seperti apa yang diharapkan, penulis hendaklah menuangkan gagasan kedalam bahasa Indonesia yang tepat, teratur dan lengkap. Sehubungan dangan hal tersebut sering kita mendengar bahwa bahasa yang teratur merupakan manivestasi pemikiran yang teratur pula. Untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis maka perlu diadakan latihan dengan teratur agar siswa mampu menulis cerita pendek (cerpen) yang bermutu serta dapat dinikmati oleh penikmat karya sastra khususnya cerpen.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti merasa terpanggil untuk melakukan penelitian dengan judul “Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas X SMAN 2  Unaaha”
Rumusan Masalah
Adapun masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas X SMAN 2 Unaaha”.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas X SMAN 2 Unaaha.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Sebagai bahan masukan bagi guru dalam menyusun pengajaran bahasa Indonesia baik untuk alokasi waktu maupun untuk satuan pengajaran.
Sebagai sumbangan pikiran bagi guru bahasa Indonesia, khususnya menulis cerpen.
Untuk meningkatkan kualitas siswa dalam menulis khususnya cerpen sehingga siswa dapat memperluas wawasan baik secara teoritis maupun mengenai fakta-fakta yang diperolehnya.
Sebagai bahan pertimbangan bagi guru, siswa, mahasiswa ataupun pengambil kebijakan pada penelitian selanjutnya
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Kemampuan Menulis
Kemampuan yang ada pada diri seseorang merupakan bakat yang paling pokok, dengan kemampuan yang dimilikinya seorang memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri. Menurut Morsey (Tarigan, 1981:20), menulis merupakan salah satu ciri orang terpelajar yang dipergunakan untuk merekam, serta untuk meyakinkan orang lain dengan maksud baik.
Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut ( Tarigan, 1981; 21). Lebih lanjut dikemukakan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan dalam berkomunikasi  secara tidak langsung dengan orang lain.
Parera (1993: 4) menyatakan bahwa yang termasuk dalam kemampuan menulis adalah keterampilan menggunakan ejaan, tanda baca, pembentukan kata, pengefektifan kalimat dan membahasakan pikiran dengan cermat, tepat, logis, konsisten.
Sedangkan ciri-ciri tulisan yang baik menurut Adelstein dan pival dalam Tarigan (1981:4), menyatakan bahwa ciri-ciri tulisan yang baik:
Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan seseorang penulis menggunakan nada yang serasi.
Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan seorang penulis untuk menyusun bahan yang tersedia menjadi satu kesatuan yang utuh.
Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan penulis untuk melukiskan dengan jelas dan tidak samar-samar, memanfaatkan struktur kalimat bahasa dan contoh-contoh sehingga maknanya sesuai dengan yang diinginkan.
Tulisan yang baik mencerminkan kebanggaan seseorang penulis dalam naskah mempergunakan ejaan dan tanda baca seksama, memberikan makna kata dan hubungan ketatabahasaan dalam kalimat-kalimat sebelum mengajukan kepada penulis.
Selanjutnya Peck dan Schulz sebagaimana dikutip dan dikemukakan oleh Tarigan (1981: 29) berpendapat bahwa kemampuan itu tidak datang dengan sendirinya, kemampuan menulis menuntut latihan yang cukup dan teratur serta pendidikan yang terprogram. Biasanya program dalam bahasa tulis yang direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan berikut:
Membantu para siswa memahami bagaimana caranya ekspresi melayani mereka, dengan situasi-situasi dalam kelas yang memerlukan kegiatan menulis.
Mendorong para siswa mengekspresikan diri mereka secara bebas dalam tulisan.
Mengajar para siswa menggunakan bentuk yang tepat dan serasi dalam ekspresi.
Mengembangkan pertumbuhan bertahap dalam menulis serta dengan penuh keyakinan pada diri sendiri secara bebas.

Cerpen
Cerpen adalah salah satu bentuk karya sastra yang isinya relatif tidak panjang. Namun dapat menampilkan persoalan hidup manusia dengan segenap lika-likunya. Cerpen dapat menggarap kesementaran dan kesewaktuan serta kesesaatan kita dalam menjalani hidup.
Menurut Soemardjo dan Saini (1986: 30) cerita pendek adalah cerita berbentuk prosa yang relatif pendek. Kata pendek dalam batasan ini tidak jelas ukurannya. Ukuran pendek disini diartikan dapat dibaca sekali duduk dalam waktu kurang dari satu jam. Dikatakan pendek juga karena genre ini hanya mempunyai sifat tunggal, karakter, plot dan setting yang terbatas, tidak beragam dan tidak kompleks.
Harry S. Canby (Zulfahnur dkk, 1996: 62) mengemukakan kesan yang satu dan hidup itulah seharusnya hasil dari sebuah cerpen. Lebih lanjut dijelaskan bahwa bukanlah cerpen jika tidak ada sesuatu yang diceritakan. Dalam cerpen sesuatu senantiasa terjadi dan harus ada perbuatan (action). Dalam buku yang sama, Richard Summer mengatakan bahwa suatu sketsa pribadi, sebuah cetakan kejadian atau peristiwa, sebuah percakapan atau catatan harian bukanlah cerita pendek. Hal itu baru akan menjadi cerpen bila ada perubahan dalam sikap menulis dan tujuan pengarangnya. Bila hal itu dijadikan vignette suatu cerita tentang kejadian dalam penghidupan, maka itu dapat digolongkan cerpen.
Dari ciri-ciri di atas dapat dirumuskan suatu batasan, yaitu cerita pendek adalah bentuk prosa yang singkat, padat yang unsur ceritanya terpusat pada suatu peristiwa pokok, sehingga jumlah dan pengembangan pelaku terbatas, dan keseluruhan cerita memberikan kesan tunggal.
Berbicara  tentang unsur-unsur cerpen, kita tidak dapat berpaling dari unsur-unsur fiksi karena pada dasarnya cerpen merupakan bagian dari fiksi. Sebuah karya fiksi merupakan sebuah bangunan cerita yang menampilkan sebuah dunia yang sengaja dikreasikan pengarang. Wujud formal fiksi itu sendiri hanya berupa kata-kata. Karya fiksi yang demikian menampilkan dunia dalam kata, disamping juga dikatakan menampilkan dunia dalam kemungkinan.
Berbeda dengan jenis sastra lain, cerpen memiliki ciri-ciri: (1) cerita fiksi, (2) bentuk singkat dan padat, (3) ceritanya terpusat pada satu peristiwa/ konflik pokok, (4) jumlah dan pengembangan pelaku terbatas, dan (5) keseluruhan cerita memberikan satu efek/ kesan tunggal. Menurut Esten (1987: 57) yang dimaksud dengan cerpen adalah pengungkapan suatu kesan yang hidup dari fragmen kehidupan manusia.
Sumarjo dan Saini (1986: 37) mengatakan bahwa ciri dasar pertama dalam cerpen adalah cerita yang pendek, ciri dasar yang lain adalah sifat kerekaan (fiction). Cerpen bukan penuturan kejadian yang pernah terjadi, berdasarkan kenyataan kejadian yang sebenarnya, tetapi murni ciptaan saja, rekaan oleh pengarangnya. Meskipun cerpen hanyalah rekaan, namun ia ditulis berdasarkan kenyataan kehidupan. Apa yang diceritakan di dalam cerpen memang tidak pernah terjadi, tetapi dapat terjadi semacam itu.
Ciri dasar cerpen yang selanjutnya adalah sifat naratif atau penceritaan. Cerpen bukanlah pencandaraan (deskripsi) atau argumentasi dan analisis tentang suatu hal, tetapi cerita. Namun tidak semua cerita dapat disebut cerpen. Dalam hal ini sebuah sketsa (penggambaran tentang suatu kenyataan), berita, dan kisah perjalanan juga bentuk cerita namun semua itu didasarkan hal-hal yang benar-benar ada dan telah terjadi.

Unsur-Unsur Prosa Fiksi
Secara garis besar unsur-unsur prosal fiksi Nurgiyantoro (2000: 56) dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam, yang meliputi segala unsur yang membentuk struktur karya sastra tersebut seperti tema, plot atau alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa, amanat.
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang ikut mempengaruhi kehadiran suatu cipta sastra dari luar atau merupakan latar belakang penciptaan suatu cipta sastra, misalnya faktor sosial ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosial politik, faktor sejarah, faktor ilmu jiwa (psikologi) dan pendidikan, faktor keagamaan, dan tata nilai yang dianut dalam masyarakat.
Berikut dipaparkan unsur-unsur intrinsik prosa fiksi yang meliputi tema, plot atau alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa, amanat.

Tema
Tema adalah ide yang mendasari karya sastra. Istilah tema berasal dari “thema” (Inggris), yaitu ide yang menjadi pokok suatu pembicaraan atau ide pokok suatu tulisan. Tema merupakan suatu dimensional yang amat penting dari suatu cerita, karena dengan dasar itu, pengarang dapat membayangkan dalam fantasinya tentang cerita yang akan dibuat. Jadi, tema adalah ide sentral yang mendasari suatu cerita, sasaran/tujuan penggarapan cerita, dan mengikat peristiwa-peristiwa dalam suatu alur (Zulfahnur, 1996:25).
Dalam cerita rekaan ada yang diceritakan, atau yang diceritakan itu dapat dikatakan tema. Kata tema berasal dari kata latin thema yang berarti pokok pembicaraan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1986:104) dikemukakan bahwa tema berarti: (1) pokok pikiran, dasar cerita, (yang dipercakapkan dipakai sebagai dasar pengarang, mengarang sejak dan sebagainya) dan (2) latihan menerjemahkan dari bahasa sendiri kebahasa asing.
Sumardjo (1986:56) mengemukakan bahwa tema adalah ide pengarang. Pengarang dalam menulis cerita bukan sekedar mau bercerita, tetapi mau mengatakan suatu pendapat. Kenny dan Stanton (Nurgiantoro, 2000:67) mengemukakan bahwa tema adalah makna yang dikandung cerita yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Tema merupakan unsur yang amat penting dari suatu cerita, karena dengan dasar itu pengarang dapat membayangkan dalam fantasinya bagaimana cerita dibangun dan berakhir.
Bertolak dari pandangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tema adalah suatu persoalan atau pokok pembicaraan yang mendasari cerita.

Alur/Jalan Cerita
Alur cerita adalah sambung-sinambung peristiwa yang terjadi berdasarkan hukum sebab akibat yang terdapat dalam cerita (Chamdiah dkk, 1981: 8). Hamzah (1985: 96) mengemukakan plot sebagai bagan atau kerangka kejadian dimana para peran berbuat. Plot adalah suatu keseluruhan peristiwa di dalam skenario. Serangkaian hubungan sebab akibat yang bergerak dari awal hingga akhir. Hal ini sejalan dengan pandangan Stanton (Nurgiantoro, 2000: 133) bahwa alur adalah cerita berisikan urutan kejadian, namun kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat. Peristiwa yang satu disebabkan oleh peristiwa yang lainnya. Karena alur dibangun berdasarkan hubungan sebab akibat, maka alur tidak dapat berdiri sendiri. Plot selalu berhubungan dengan elemen lainnya, seperti watak, tokoh, setting, tema dan konflik.
Menurut Tasrif (Nurgiantoro, 2000: 134) setiap cerita biasanya dapat dibagi dalam lima bagian, yaitu:
Situation (pengarang mulai melukiskan suatu kejadian),
Generation circumstances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak),
Rising action (keadaan mulai memuncak),
Climax (puncak peristiwa) dan
Denounement (pemecahan soal dari semua peristiwa).
Bertolak dari pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa alur adalah unsur penceritaan prosa fiksi yang didalamnya berisi rangkaian kejadian peristiwa yang disusun berdasarkan hokum sebab akibat secara logis.
Secara kronologis alur dapat dibedakan menjadi dua yaitu alur maju dan alur mundur. Alur cerita yang dimulai masa kini, lalu diungkapkan masa atau rencana mendatang, disebut alur maju atau alur progresif. Alur cerita dengan tolehan dimasa lalu dikenal dengan nama sorot balik atau alur mundur. Kedua alur tersebut dapat dipakai secara bersama-sama atau digabungkan. Alur semacam ini lebih dikenal dengan alur campuran (Surana, 2001: 55).

Tokoh dan Penokohan
Tokoh
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988: 16). Tokoh lazim pula disebut sebagai pelaku cerita. Tokoh ini pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Tokoh tersebut bersifat rekaan semata-mata, tetapi bisa jadi ada kemiripannya dengan individu tertentu dalam hidup ini. Meskipun bersifat rekaan, namun perlu ada relevansi antara tokoh itu dengan pembaca.



Tokoh Sentral dan Tokoh Bawahan
Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita dapat dibedakan antara tokoh sentral dan tokoh bawahan. Pelaku utama atau yang memainkan peran pimpinan, yang lazim bertindak sebagai pembawa tema cerita disebut tokoh sentral atau protagonis. Pelaku yang tidak sentral, yang bertindak sebagai pelaku pendukung pelaku utama, dimana kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang tokoh utama disebut tokoh bawahan.

Tokoh Datar dan Tokoh Bulat
Nurgiyantoro (2000: 181-184) berpendapat bahwa cara menampilkan pengembangan watak tokoh-tokoh dalam cerita dapatlah dibedakan antara tokoh datar dantokoh bulat. Tokoh datar biasa pula disebut tokoh sederhana (simple atau  flat character), sedangkan tokoh bulat biasa disebut tokoh kompleks (complex atau round character)
Tokoh datar ialah tokoh didalam cerita rekaan yang disoroti atau diungkapkan satu segi wataknya saja. Itulah sebabnya penampilan tokoh datar lebih statis, jarang atau sedikit sekali ditemukan perubahan wataknya dalam perkembangan cerita Nurgiyantoro (2000: 182). Lebih jauh Nurgiantoro (2000: 183) berpendapat bahwa tokoh bulat atau tokoh kompleks ialah tokoh yang ditampilkan lebih dari satu ciri atau segi wataknya, sehingga tokoh itu bisa dibedakan dengan tokoh-tokoh lainnya. Tokoh bulat tampil dengan watak yang kompleks terlihat segi kelebihan dan kekurangannya yang ditampilkan secara berangsur-angsur sehingga merupakan kekomplekan yang padu.

Tokoh Protagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero, (Nurgiyantoro, 2000: 178). Tokoh protagonist menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, dan harapan-harapan kita.
Sebagai tokoh protagonis akan mengalami konflik dan ketegangan. Ini disebabkan adanya tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonist. Konflik yang dialami tokoh protagonis tidak hanya yang disebabkan tokoh antagonis, namun dapat disebabkan oleh hal-hal yang diluar individualitas seseorang, misalnya bencana alam, kecelakaan, aturan-aturan sosial dan sebagainya.

Tokoh Antagonis
Tokoh antagonis adalah tokoh yang memiliki watak yang tidak sesuai dengan kehendak pembaca. Dalam karya sastra tradisional biasanya pertentangan antara tokoh protagonis dan tokoh antagonis jelas sekali. Protagonis selalu mewakili yang baik, antagonis selalu mewakili yang jahat.
Penokohan
Sudjiman (1988:23) memberikan definisi bahwa penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh oleh pengarangnya. Watak tokoh itu adalah kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang membedakan dengan tokoh lain.
Lebih lanjut Hudson (dalam Sudjiman, 1988: 24-26), dalam penyajian watak tokoh pengarang mempunyai cara tersendiri. Cara pengarang menyajikan watak tokoh dan menciptakan citra tokoh dalam karangannya merupakan metode penokohan. Macam-macam metode penokohan adalah sebagai berikut:

Metode Analitis
Metode analitis adalah cara pengarang memaparkan watak tokoh dalam cerita rekaan dengan menambahkan komentar tentang watak tokoh tersebut. Jadi pengarang dapat langsung memaparkan watak atau karakter tokoh, pengarang langsung menyebut atau mengisahkan sifat-sifat tokoh, watak atau karakter tokoh, hasrat, pikiran dan perasaannya. Pengarang menyebutkan atau memberi komentar bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala, penyayang, kondisi fisik tokoh dan sebagainya. Semua itu digambarkan secara analitis, terperinci, halus dan meyakinkan. Metode ini biasa disebut metode langsung, metode perian, atau metode diskursif.

Metode Dramatis
Metode dramatis disebut pula metode tak langsung atau metode ragaan. Penggambaran perwatakan disampaikan secara dramatis, yaitu penggambaran perwatakan yang tidak diceritakan langsung tetapi hal itu disampaikan melalui (1) pilihan nama tokoh, misalnya nama semacam Sarinem untuk babu, Mince untuk gadis agak-agak genit, Bonar untuk tokoh yang garang dan gesit dan seterusnya; (2) melalui penggambaran fisikatau postur tubuh, cara berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain, lingkungan dan sebagainya; (3) melalui dialog, baik dialog tokoh yang bersangkutan dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh lain.
Dalam metode ini, watak tokoh dapat disimpulkan pembaca dari pikiran, cakapan dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang, bahkan juga dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh cakapan atau lakuan tokoh demikian pula pikiran tokoh yang dipaparkan oleh pengarang dapat menyiratkan sifat wataknya.

Metode Kontekstual
Selain kedua metode penokohan di atas, terdapat pula metode kontekstual. Metode ini, watak tokoh dapat disimpulkan dari bahasa yang digunakan pengarang mengacu kepada tokoh. Kalau misalnya pengarang menggambarkan lakuan tokoh A dengan kata-kata “Serigala itu menjilati seluruh tubuh wanita itu dengan pandangannya yang liar” dapat dikatakan bagaimana tokoh A tersebut.

Latar
Unsur fiksi yang menunjukkan pada kita dimana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung disebut latar. Sebuah cerita haruslah terjadi di sebuah tempat dan pada waktu tertentu.
tumpu mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritaka.
Dalam cerita fiksi, biasanya latar dibedakan empat tipe, yaitu latar alam (geographic setting), latar waktu (temporal setting), latar sosial (social setting), dan latar ruang (spatial setting).
Latar berfungsi untuk menghidupkan cerita dan merupakan salah satu sarana untuk membangun suasana yakni suasana yang menimbulkan bayangan kesan atau tanggapan sepintas kepada para pembaca yang menikmati karya sastra tersebut sehingga apa yang dialami dan dirasakan oleh para pelaku dapat dirasakan juga oleh pembaca.

Latar Tempat
Kehadiran latar tempat dalam cerpen bukan tanpa tujuan yang pasti. latar tempat mempengaruhi bagaimana kondisi sang tokoh diciptakan. Secara sederhana, latar tempat akan mempengaruhi gaya maupun emosi tokoh dalam berbicara. Contohnya, latar dengan situasi di gunung. Begitu pula latar dengan tempat yang khas, akan berbeda dengan kondisi tempat lainnya. Salah satu contohnya, tokoh yang hadir dengan nama Ujang, akan berbeda halnya dengan latar yang menggunakan tokoh ida bagus. Para pembaca cerpen sudah mempunyai pengetahuan awal mengenai kedua nama tersebut. Ujang berasal dari tanah Sunda adapun Ida Bagus berasal dari Bali.







Latar Waktu
Latar waktu menyangkut kapan cerita dalam cerpen terjadi. latar waktu mempengaruhi bagaimana cara tokoh bertindak. Hal ini salah satunya dapat ditunjukkan dengan contoh perbedaan cerita, dengan latar yang terjadi zaman 1930-an dengan latar 2000-an. Hal ini dapat diamati dengan cara berbicara tokoh maupun kondisi lingkungan saat itu.

Latar Sosial
Latar sosial yang terjadi pada waktu kejadian didalam cerpen terwakili oleh tokoh. Seperti contoh pada cerpen “shalawat badar” maupun “kisah dikantor pos” dapat kita ketahui bagaimana setting sosial masyarakat kelas bawah mempengaruhi kita dalam mempengaruhi kita dalam menghadapi kenyataan sehari-hari di kehidupannya. Nilai kehidupan yang dapat kita ambil pun tentunya akan lain lagi jika menggunakan setting masyarakat kelas atas.

Sudut Pandang
Sudut pandang berhubungan dengan siapakah yang menceritakan kisah dalam cerpen. Cara yang dipilih oleh pengarang. Akan menentukan sekali gaya dan corak cerita. Hal ini disebabkan watak dan pribadi si pencerita (pengarang), akan banyak menentukan cerita yang dituturkan pada pembaca. Tiap orang mempunyai pandangan hidup, cara berpikir, kepercayaan maupun sudut emosi yang berbeda-beda. Penentuan pengarang tentang soal siapa yang akan menceritakan kisah, akan menentukan bagaimana sebuah cerpen bisa terwujud.
Sudut pandang pada intinya adalah visi pengarang. Sudut pandang yang diambil pengarang tersebut, berguna untuk melihat suatu kejadian cerita. Tentunya harus dibedakan antara pandangan pengarang sebagai pribadi dengan teknis dia bercerita dalam cerpen. Sudut pandang memegang peranan penting akan kejadian-kejadian yang akan disajikan dalam cerpen, menyangkut masalah ke mana pembaca akan dibawa, menyangkut masalah kesadaran siapa yang dipaparkan.
Adapun sudut pandang pengarang sendiri ada empat macam, yaitu sebagai berikut:
 
Objective Point Of View
dalam teknik ini, pengrang hanya menceritakan apa yang terjadi, seperti melihat film dalam televisi. Para tokoh hadir dengan karakter masing-masing. Pengarang sama sekali tidak mau masuk ke dalam pikiran para pelaku. Dengan demikian, pembaca dapat menafsirkan sendiri bagaimana pandangannya terhadap laku tiap tokoh. Dengan melihat perbuatan orang lain tersebut, kita menilai kehidupan jiwanya, kepribadiannya, jalan pikirannya, ataupun perasaannya.
Motif tindakan pelakunya hanya bisa kita nilai dari perbuatan mereka. Dalam hal ini, pembaca dapat mengambil tafsiran sendiri dari dialog antar tokoh,  maupun tindak-tanduk yang dilakukan tiap tokoh. Penarang paling hanya memberikan sedikit gambar mengenai kondisi para tokoh, untuk “memancing” pembaca mengetahui lebih jauh tentang tokoh-tokoh yang ada dalam cerita.

Omniscient Point Of View
Dalam teknik ini, pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia bisa menciptakan apa saja yang ia perlukan, untuk melengkapi ceritanya sehingga mencapai efek yang diinginkannya. Ia bisa keluar-masukkan para tokohnya. Ia bisa mengemukakan perasaan, kesadaran, dan jalan pikiran para pelaku cerita. Pengarang juga bisa mmengomentari kelakuan para pelakunya. Bahkan, pengarang bisa bicara langsung dengan pembacanya.
Ciri omniscient point of view lebih cocok untuk cerita yang bersifat sejarah, edukatif, ataupun humoris. Teknik ini biasa digunakan untuk hal-hal yang bersifat informatif bagi pembaca., yang kiranya memang pembaca belum begitu banyak mengetahui.

Point Of View Orang Pertama
Teknik ini dikenal pula dengan teknik sudut pandang “aku”. Hal ini seperti seseorang mengajak bicara pada orang lain. Jadi, bukan pengalaman orang lain yang diceritakan. Dengan teknik ini pembaca diajak kepusat kejadian, melihat, merasakan melalui mata, dan kesadaran orang yang langsung bersangkutan. Tentunya pembaca juga harus cerdas jangan sampai pikiran “aku” disamakan dengan pikiran si pengarang itu sendiri.
Teknik sudut pandang seperti ini, sangat cocok untuk cerpen menceritakan masalah kejiwaan (psikoligis) sang tokoh. Pembaca dibawa hanyut dalam tiap gerak emosi sang tokoh.

Point Of View Orang Ketiga
Teknik ini biasa digunakan dalam penuturan pengalaman seseorang sebagai pihak ketiga. Jadi pengarang hanya “menitipkan” pemikirannya dalam tokoh orang ketiga. Orang ketiga (“Dia”) dapat juga berupa nama orang. Adapun perkembangan emosi tokoh dalam membentuk konflik, dapat dilihat dalam hubungannya antara tokoh utama “dia” dengan tokoh lain.
Dengan menggunakan tokoh ini pengarang bisa lebih leluasa dalam menceritakan atau menggambarkan keadaan tanpa terpaku pada pandangan pribadi. Ini berbeda dengan menggunakan tokoh “aku”. Sang tokoh utama seolah-olah dapat berkembang sendiri, dengan pemikirannya sendiri. Dengan demikian, pembaca dibawa untuk memahami sendiri bagaimana tokoh “dia” bertindak, tanpa harus memikirkan peranan sang pengarang terhadap tokoh tersebut.

Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah bahasa yang digunakan untuk meningkatkan efek dalam jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum (Tarigan 1993: 5). Secara singkat dikatakan bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Mulyana (1996: 23) mengatakan bahwa gaya bahasa itu merupakan susunan perkataan yang terjadi karena perasaan hati pengarang yang dengan sengaja atau tidak menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Menurut sumardjo dan saini (1986: 92) gaya bahasa adalah cara khas pengungkapan seorang. Cara bagaimana seorang pengarang memilih tema, persoalan, meninjau persoalan dan menceritakannya dalam karyanya. Dengan kata lain gaya bahasa adalah pribadi pengarang itu sendiri.
Surana (2001: 12) arti gaya bahasa secara khusus ialah semacam cara menyatakan hal atau peristiwa yang sama. Tidak semua sastrawan memakai cara-cara yang sama untuk menyatakan suatu maksud yang sama sedangkan dalam arti luasa sebenarnya kiasan.
Demikianlah sebenarnya berbicara tentang gaya bahasa adalah berbicara tentang kehidupan pemakaian bahasa yang sederhana dan tidak berlebih-lebihan, tetapi efektif dan membangun lukisan deskripsi sesuatu secara konkrit dalam imajinasi. Keindahan disini adalah keseimbangan, proporsional, harmonisasi, dan menyatu keindahan bahasa, dicapai oleh susunan arti dan rasa yang tepat (ahmadi, 1991: 81).




Amanat
Amanat adalah bagian akhir yang merupakan pesan dari cerita yang dibaca. Dalam hal ini pengarang “menitipkan” nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil dari cerpen yang dibaca. Amanat menyangkut, bagaimana sang pembaca memahami dan meresapi cerpen yang dibaca. Setiap pembaca akan merasakan nilai-nilai yang berbeda dari cerpen yang dibacanya. Pesan-pesan dalam cerpen hadir secara tersirat dalam keseluruhan isi cerita.
Berbicara tentang amanat sebuah cerita, Sudjiman (1988:57) mengemukakan bahwa dari sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang itulah yang disebut amanat. Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca cerita yang ditampilkan. Seirama dengan hal tersebut Esten (1987:91) berpendapat bahwa amanat adalah pemecahan dan jalan keluar yang diberikan pengarang didalam sebuah karya sastra terhadap semua yang dikemukakan. Jadi amanat merupakan jalan keluar yang diberikan pengarang terhadap suatu permasalahan dalam cerita.

D. Diksi/ Pilihan Kata
Diksi menurut keraf (1983: 45) adalah:
Diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan bagaimana membentuk kelompok kata-kata yang tepat untuk menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat dan gaya bahasa yang paling baik digunakan dalam suatu kalimat.
Diksi kemampuan membedakan secara tepat  nuansa-nuansa makna sari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
Diksi yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa.
Parera (1987: 42), mengemukakan bahwa diksi memegang peranan penting dan utama dalam mencapai efektifitas penulisan. Dalam menyusun suatu kalimat haruslah dipilih kata-kata yang tepat, seksama dan lazim dipakai yang sesuai dengan makna lingkungan yang dikehendaki.
Contoh:
Bersama surat ini saya lampirkan…….(selain surat, juga ada sesuatu yang dikirim).
Dengan surat ini saya memberitahukan, bahwa……(hanya surat saja yang dikirim).
Adik diberi (bukan dikasih) pisang goreng oleh (bukan sama) ibu.
Idul fitri adalah hari raya ( bukan agung) umat Islam.



BAB III
METODE PENELITIAN

Jenis dan Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kelas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif kuantitatif yaitu memaparkan suatu permasalahan seperti apa adanya dan menganalisis data dengan metode statistik (model persentase).

Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas  X c, SMAN 2 Unaaha, kabupaten Konawe yang berjumlah 38 orang siswa, yang mengikuti pembelajaran berjumlah 26 orang siswa selebihnya tidak hadir dan sebagian mengikuti kegiatan diluar sekolah.

Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas X SMAN 2 Unaaha meliputi ketepatan tema dengan isi cerpen, penentuan alur, tokoh dan penokohan, latar dan diksi.

Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data, setelah mengumpulkan siswa kedalam kelas, peneliti memberikan penjelasan singkat kepada siswa tentang penulisan cerpen baik tema, tokoh dan jalan ceritanya, kemudian siswa mulai menulis cerpen sesuai imajinasi mereka.
Langkah-langkah dalam mengumpulkan data pada penelitian ini adalah:
Mengumpulkan siswa dalam kelas,
Memberikan penjelasan singkat tentang cerpen,
Memberikan lembar kerja kepada siswa,
Siswa mengerjakan tugas yang diberikan,
Mengumpulkan lembar kerja siswa,
Memeriksa cerpen dengan menganalisis setiap indikatornya.

Teknik Analisis Data
Data yang telah dikoreksi dan diuji tersebut ditabulasikan atau dimasukkan kedalam tabel, dalam hal ini kemampuan siswa dalam menulis cerpen sehingga dapat tergambar siswa yang sangat mampu, mampu, cukup mampu, kurang mampu dan tidak mampu. Selanjutnya dipresentasekan kemampuan siswa, apabila nilainya mencapai 70 ke atas dikategorikan siswa yang berkemampuan cukup mampu. Sementara yang memperoleh nilai kurang dari 70 dikategorikan siswa yang tidak mampu dan dianggap pembelajarannya tidak tuntas. Nilai KKM Bahasa Indonesia di SMAN 2 Unaaha adalah 70.



Tabel 1 Kriteria Penilaian
Kategori
Rentangan
Tingkat Kemampuan

A. Sangat mampu
4
86%-100%

B. Mampu
3
75%-85%

C. Cukup mampu
2
60%-74%

D. Kurang mampu
1
0%-59%


Rumus yang digunakan dalam analisis data ini adalah menggunakan rumus kemampuan menulis cerpen ialah:
( f x 100%
P  =                
     N
Keterangan :
P : Tingkat Kemampuan
(f : jumlah skor yang diperoleh siswa
N : jumlah skor maksimal






BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disajikan data hasil analisis deskripsi yang menggambarkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen melalui tes yang meliputi; ketepatan tema dengan isi cerita, alur, tokoh dan penokohan, latar dan diksi.. Untuk mengetahui hal tersebut maka akan dijelaskan melalui pembahasan berikut ini.

Ketepatan Tema dengan Isi Cerpen
Berdasarkan hasil sebaran nilai ketepatan tema dengan isi cerpen (lihat lampiran 2) maka telah ditemukan bahwa siswa yang kurang mampu yang mendapat nilai 1 berjumlah 9 orang siswa (34,6%), siswa yang cukup mampu yang mendapat nilai 2 berjumlah 8 orang siswa (30,7%), siswa yang mampu yang mendapat nilai 3 berjumlah 8 orang siswa (30,7%) dan siswa yang sangat mampu yang mendapat nilai 4 berjumlah 1  orang siswa (3,8%). Dan secara keseluruhan didapatkan bahwa 17 (65,3%) siswa Kelas Xc SMAN 2 Unaaha telah mampu menulis cerpen dengan tema dan isi cerpen yang tepat, dan sisanya 9 (34,6%) siswa belum mampu dengan nilai rata-rata keseluruhan 71%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:





Tabel 2
Rata-Rata Skor Nilai Ketepatan Tema dengan Isi Cerpen
No
Nilai
Jumlah responden
Hasil perkalian
Pesentase

1
4
5
20
19,3%

2
3
4
12
15,4%

3
2
8
16
30,7%

4
1
9
9
34,6%

jumlah
26
57
100%


Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa kelas Xc SMAN 2 Unaaha dalam menulis cerpen pada aspek ketepatan tema tergolong baik atau mencapai target sebab jumlah siswa yang mampu berjumlah 17 orang siswa (65,3%)>65% dengan nilai rata-rata kemampuan keseluruhan mencapai 71%.
Alur Cerpen

Berdasarkan hasil sebaran nilai kemampuan siswa menulis cerpen dari aspek alur cerpen (lihat lampiran 3) maka telah ditemukan bahwa siswa yang kurang mampu yang mendapat nilai 1 adalah 12 orang siswa (46,1%), siswa yang cukup mampu yang mendapat nilai 2 adalah 7 orang siswa (27%), siswa yang mampu yang mendapat nilai 3 adalah 5 orang siswa (19,2%) dan siswa yang sangat mampu yang mendapat nilai 4 adalah 2 orang siswa (7,7%). Dan secara keseluruhan didapatkan bahwa 14 (53,8%) siswa Kelas Xc SMAN 2 Unaaha telah mampu menulis cerpen dengan alur yang baik, dan sisanya 12 (46,1%) siswa belum mampu dengan nilai rata-rata keseluruhan mencapai 69%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3
Alur Cerpen

No
nilai
Jumlah responden
Hasil perkalian
Rata-rata

1
4
2
8
7,7%

2
3
5
15
19,2%

3
2
7
14
27%

4
1
12
12
46,1%

jumlah
26
49
100%


Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa Kelas Xc SMAN 2 Unaaha dalam menggunakan alur cerpen belum tergolong baik atau  belum mencapai target sebab jumlah siswa yang mampu hanya berjumlah 14 (53,8%) <65% dengan nilai rata-rata keseluruhan mencapai 69%.
Pelukisan Tokoh dan Penokohan

Berdasarkan hasil sebaran nilai pelukisan tokoh dan penokohan (lihat lampiran 4) maka telah ditemukan bahwa siswa yang kurang mampu yang mendapat nilai 1 adalah 11 orang siswa (42,3%), siswa yang cukup mampu yang mendapat nilai 2  adalah 7 orang siswa (27%), siswa yang mampu yang mendapat nilai 3 adalah 7 orang siswa (27%), dan siswa yang sangat mampu yang mendapat nilai 4 adalah 1 orang siswa (3,8%). Dan secara keseluruhan didapatkan bahwa 15 (57,7%) Siswa kelas Xc SMAN 2 Unaaha telah mampu melukiskan tokoh dan penokohan dan sisanya 11 orang siswa (42,3%) belum mampu dengan nilai rata-rata keseluruhan mencapai 68%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:















Tabel 4
Pelukisan Tokoh dan Penokohan
No
Nilai
Jumlah responden
Hasil perkalian
Persentase

1
4
1
4
3,8%

2
3
7
21
27%

3
2
7
14
37%

4
1
11
11
42,3%

jumlah
26
50
100%


Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan melukiskan tokoh dan penokohan siswa kelas Xc SMAN 2 Unaaha belum tergolong baik atau belum mencapai target, sebab jumlah siswa yang mampu hanya berjumlah 15 orang (57,7%) <65% dengan rata-rata kemampuan keseluruhan mencapai 68%.
Pelukisan Latar

Berdasarkan hasil sebaran nilai pelukisan latar dalam cerpen siswa  (lihat lampiran 5) maka telah ditemukan bahwa siswa yang kurang mampu yang mendapat nilai 1 adalah 10 orang siswa (38,4%), siswa yang cukup mampu yang mendapat nilai 2 adalah 9 orang siswa (34,6%), siswa yang mampu yang mendapat nilai 3 adalah 3 orang siswa (11,5%) dan siswa yang sangat mampu yang mendapat nilai 4 adalah 4 orang siswa (15,4%). Dan secara keseluruhan didapatkan bahwa 16 (61,5%) Siswa Kelas Xc SMAN 2 Unaaha dalam pelukisan latar telah mampu dan sisanya 10 (38,4%) siswa belum mampu dengan rata-rata kemampuan keseluruhan mencapai 68,8%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut di bawah ini:

Tabel 5
Pelukisan Latar
No
Nilai
Jumlah responden
Hasil perkalian
Persentase

1
4
4
16
15,4%

2
3
3
9
11,5%

3
2
9
18
34,6%

4
1
10
10
38,4%

Jumlah
26
75
100%







Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa kelas Xc SMAN 2 Unaaha dalam melukiskan latar di dalam cerpen yang mereka tulis belum tergolong mampu atau belum mencapai target sebab jumlah siswa yang mampu hanya berjumlah 16 (61,5%) <65% dengan rata-rata kemampuan siswa mencapai 68,8%.

Penggunaan Diksi

Berdasarkan hasil sebaran nilai ketepatan penggunaan diksi (lihat lampiran 6) maka telah ditemukan bahwa siswa yang kurang mampu yang mendapat nilai 1 adalah 6 orang siswa (23%), siswa yang cukup mampu yang mendapat nilai 2 adalah 14 orang siswa (53,8%), siswa yang mampu yang mendapat nilai 3 adalah 4 orang siswa (15,4%) dan siswa yang sangat mampu yang mendapat nilai 4 adalah 2 orang siswa (7,7%). Dan secara keseluruhan didapatkan bahwa 20 orang siswa (77%) telah mampu menggunakan diksi dan sisanya 6 (23%) belum mampu dengan rata-rata kemampuan keseluruhan mencapai 72,3%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 6
Penggunaan Diksi
No
Nilai
Jumlah responden
Hasil perkalian
Persentase

1
4
2
10
7,7%

2
3
4
16
15,4%

3
2
14
42
53,8%

4
1
6
6
23%

Jumlah
26
74
100%

Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa Kelas Xc SMAN 2 Unaaha dalam pengguanaan diksi tergolong mampu atau mencapai target sebab jumlah siswa yang mampu berjumlah 20 (77%) >65% dengan rata-rata kemampuan siswa mencapai 72,3 %.
Interpretasi hasil penelitian
Berdasarkan hasil analisis dari aspek tema, alur, tokoh, latar dan diksi (lihat lampiran 7) dalam menulis cerpen berdasarkan daya serap minimal 65% telah ditemukan jumlah siswa yang mencapai kategori mampu pada aspek ketepatan tema dengan isi cerpen adalah 17 (65,3%) siswa dan sisanya 9 (34,6%) siswa tidak mampu sehingga bila dilihat berdasarkan kriteria kemampuan daya serap minimal telah mencapai target sebab nilai perolehan kemampuan mencapai 65,3%>65%.
Selanjutnya pada aspek kemampuan menggunakan alur jumlah siswa yang mampu adalah 14 (53,8%) siswa, dan sisanya 12 (46,1%) siswa belum mampu menggunakan alur, sehingga hasilnya belum mencapai target sebab nilai siswa yang mencapi level mampu hanya 53,8%<65%.
Pada kemampuan siswa melukiskan tokoh dan penokohan jumlah siswa yang mampu adalah 15 (57,7%) siswa dan sisanya 11 (42,3%) siswa belum mampu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa belum mencapai target sebab nilai kemampuan siswa yang mencapai level mampu hanya 57,7%<65%.
Untuk kemampuan siswa dalam pelukisan latar jumlah siswa yang mampu adalah 16 (61,5%) siswa sedangkan sisanya sebanyak 10 (38,4%) siswa belum mampu melukiskan latar, sehingga dapat dikatakan belum mencapai target sebab nilai kemampuan siswa yang mencapai level mampu belum melampaui daya serap minimal yaitu 61,5%<65%.
Aspek yang terakhir yaitu kemampuan siswa menggunakan diksi jumlah siswa yang dikatakan mampu adalah 20 (77%) siswa dan sisanya 6 (23%) siswa belum mampu menggunakan diksi, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa telah mencapai target karena persentase siswa yang mampu lebih besar dari daya serap minimal yaitu 77%>65%.

Pembahasan Hasil Penelitian
Berikut ini akan dijelaskan hasil penelitian kemampuan menulis cerpen diantaranya adalah :

Ketepatan Tema
Ketepatan tema yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kesesuaian tema yang diangkat dalam cerpen dengan isi cerpen itu sendiri.
Isi cerita dalam cuplikan cerpen siswa dengan no. responden 024  tidak sesuai dengan gambaran tema yang diambil, cerpen tersebut lebih menggambarkan situasi dimana sekelompok anak remaja iseng dengan ulah mereka yang nakal.
Sebagai contoh:
“pada malam hari pergi menjalankan misi yaitu “mengintip”.”
Dari kalimat di atas tidak tergambar apa yang menjadi pokok pembicaraan atau tema yang dipilih oleh siswa yaitu tentang “lingkungan”, tetapi yang tergambar jelas adalah ulah sekelompok anak-anak nakal “mengintip”.

Alur Cerita
Alur adalah unsur penceritaan prosa fiksi yang didalamnya berisi rangkaian kejadian peristiwa yang disusun berdasarkan hukum sebab akibat secara logis. Dalam hal ini apakah cerpen siswa memenuhi kriteria di atas atau tidak
Dari cerpen yang ditulis siswa dengan no. responden 014 diceritakan mereka membawa bekal berupa makanan, tetapi cerita ini tidak dipertegas dari awal bahwa ada sesuatu yang mereka bawa ketika mereka melakukan perjalanan, hal ini mengurangi daya tarik cerpen itu sendiri, tidak adanya sebab tetapi tiba-tiba muncul akibat.
“sekitar jam sepuluh malam kami berangkat. Hasil tangkapan kami sangat memuaskan yaitu banyak belut yang besar-besar.”
Cerpen ini menimbulkan pertanyaan dan tidak ada kejelasan dengan cara apa mereka menangkap ikan, ditengah hutan tentu sulit menemukan tempat untuk mencari ikan, dengan peralatan seadanya mustahil mereka bisa dengan mudah mendapatkan banyak belut apalagi mereka berangkat pukul sepuluh malam, hal ini membuat cerita ini menjadi tidak logis.


Tokoh dan Penokohan
Sebuah cerpen menyajikan realita, kejadian atau kehidupan yang diceritakan lewat tulisan. Di dalamnya terdapat tokoh yang diceritakan, penokohan yang baik akan memperkuat isi dari cerpen itu sendiri. Dari cerpen karya siswa dengan no. responden 020 tidak memenuhi kriteria sebuah cerpen, karena tidak mampu menggambarkan tokoh yang berperan dalam cerita tersebut, dalam sebuah cerpen harus ada tokoh yang diceritakan.

Latar
Latar berfungsi untuk mempertegas suatu kejadian atau peristiwa yang sedang diceritakan.
Cerpen karya siswa dengan no.responden (020) misalnya tidak memenuhi kriteria sebuah cerpen yang baik dan benar. Dalam cerpen harus ada latar yang menentukan dimana terjadinya, kapan kejadiannya, dan bagaimana suasananya. Dalam hal ini siswa belum mampu menggambarkan latar tersebut, sehingga cerpen karya siswa diatas belum memenuhi syarat sebagai sebuah cerpan.

Pilihan Kata (Diksi)
Contoh data kesalahan diksi
Tapi apabila Asri semua itu dibandingkan kasih sayang dari orang tua yang tidak tara dan sukar sekali didapatkan Asri.(7)
Cerita ini bermula sudah beberapa tahun yang lalu (21)
Karena itu semua itu memang terjadi (24)
Suatu ketika teman saya disuruh oleh ibunya (8)
Dengan paniknya sang ibu ia lalu lari berteriak minta tolong (8)
Aku selalu memperingatinya agar mau di operasi (9)
Tetapi saya dianggap pintar kepada guru-guru (22)
Dan lingkungan yang bersih membuat kita rentan terhadap penyakit (3)
Melihat di sekeliling sekitar saya banyak yang suka mengkonsumsi narkoba (6)
Penjelasan data kesalahan diksi
Kesalahan pada data a yaitu karena menggunakan kata apabila asri (posisi tidak tepat) seharusnya apalah arti, kemudian pada kata tidak tara dan sukar sekali didapatkan Asri (rancu) seharusnya menggunakan kalimat tiada tara yang sulit didapatkan Asri. Sehingga kalimat tersebut lebih jelas maknanya.
Kesalahan pada data b yaitu karena menggunakan kata bermula sudah, kata tersebut tidak tepat pemakaiannya, seharusnya menggunakan kata terjadi sehingga kalimat tersebut menjadi jelas.
Kesalahan pada data c yaitu karena menggunakan kata itu, seharusnya tidak menggunakan kata itu karena sudah ada kata semua itu, hal ini hanya mengakibatkan terjadinya pemborosan kata/ pleonasme.
Kesalahan pada data d yaitu karena menggunakan kata suatu ketika, yang bermakna tidak diketahui dengan pasti kapan peristiwa itu terjadi, seharusnya menggunakan kata  satu jam yang lalu, dua hari yang lalu, minggu lalu atau yang lainnya yang bisa menjelaskan dengan tepat kapan kejadian itu terjadi.
Kesalahan pada data e yaitu karena menggunakan kalimat ia lalu lari, kata tersebut tidak tepat, seharusnya diganti dengan berlari sambil sehingga kalimatnya tidak rancu.
Kesalahan pada data f yaitu karena menggunakan kata memperingatinya, seharusnya menggunakan kata mengingatkannya, membujuknya, atau yang lainnya yang bisa memperjelas maksud dari kalimat tersebut.
Kesalahan pada data g yaitu pada kata kepada (posisi tidak tepat), seharusnya menggunakan kata oleh untuk konteks kalimat tersebut.
Kesalahan pada data h yaitu pada kata rentan (posisi tidak tepat), seharusnya menggunakan kata terhindar untuk konteks kalimat tersebut.
Kesalahan pada data i yaitu pada kata sekeliling, seharusnya tidak perlu menggunakan kata tersebut karena sudah dipertegas dengan kata sekitar yang berarti mencakup lingkungan sekitar atau sekeliling.






BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka penulis memberikan beberapa kesimpulan terkait dengan kemampuan siswa dalam menulis cerpen dari aspek ketepatan tema, alur, tokoh dan penokohannya, latar dan diksi/pilihan kata sebagai berikut :
Siswa yang mencapai nilai mampu pada aspek ketepatan tema dengan isi cerita adalah 17 (65,3%) siswa sehingga mencapai target yang ditentukan >65%.
14 (53,8%) siswa mencapai level mampu sehingga disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam menentukan alur belum mencapai target yang ditentukan <65%.
15 (57,7%) siswa mencapai level mampu dan hal ini menjelaskan bahwa kemampuan siswa pada aspek pelukisan tokoh belum mencapai target <65%.
16 (61,5) siswa yang mencapai level mampu hal ini menjelaskan bahwa kemampuan siswa dalam menentukan latar belum mampu atau belum mencapai target <65%.
Pada penggunaan diksi/pilihan kata jumlah siswa yang mampu adalah 20 (77%) sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam menggunakan diksi/pilihan kata tergolong mampu/mencapai target >65%.
Saran
Dari kesimpulan diatas diketahui bahwa kemampuan siswa dalam menulis cerpen masih perlu diperbaiki dan harus ditingkatkan agar jumlah siswa yang mampu menulis cerpen dapat bertambah.
Untuk memperbaiki kemampuan siswa perlu dilakukan beberapa hal berikut ini:
siswa yang tidak mampu mendapat penanganan khusus dari guru dengan memberikan penanganan yang khusus serta latihan-latihan menulis cerpen lebih sering.
membudayakan kebiasaan membaca dengan melalui perpustakaan sekolah dengan memanfaatkan waktu yang kosong pada jam pelajaran sekolah untuk perkembangan imajinasi siswa.
untuk menunjang keberhasilan tersebut perlu disediakan buku-buku pembelajaran cerpen, buku-buku kumpulan cerpen dan sebagainya.




DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: PT.Sinar Baru Algensindo.

.2007. Pandai Memahami Dan Menulis Cerita Pendek. Bandung: P.T.Pribumi Mekar.

Debdikbud.2002. Sistim Penilaian. Jakarta : Pusat Penilaian Pendidikan (Depdikbud).

1994. Kurikulum Sekolah Dasar Petunjuk Teknis Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Eneste, Pasumuk. 1990. Leksikon Kesusastraan Modern. Jakarta: Djambatan.

Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu Di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Jassin, H.B. 1994. Koran dan Sastra Koran Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Indonesia, Edisi Ke-4. Jakarta :PT. Gramedia Pustaka Utama.

Karsana, Ano. 1986. Keterampilan Menulis, Karunia. Jakarta: UT.Jakarta

Keraf, Gorys. 1988. Diksi Dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia

___.1980. Komposisi. Ende Flores: Nusa Indah

Kosasih, E. 2004. Komposisi Ketatabahasaan Dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya.

Miriam, Caryn. 2003. Daripada BĂȘte, Nulis Aja! Bandung: Kaifa.

Muchlisah. 1993. Pendidikan Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Nurgiantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Parera, Jos. Daniel. 1987. Belajar Mengemukakan Pendapat. Edisi Ke-4. Jakarta:Erlangga.

____. 1993. Menulis Tertib Dan Sistematik. Jakarta: Erlangga.

_____ .1993. Leksikon Istilah Pembelajaran Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Poerwadarminta, W.J.S. 1984. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rosidi, Ajip. 2000. Ikthtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Putra A. Bardin.

Sampurno, S. Chamdiah. 1987. Pengembangan Program Pengajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: IKIP Muhammadiah.

Soedjipto, dan Hasan, Mansur. 1991. Keterampilan Menulis Paragraf. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Subyekto, Nababan dan Sri Utari.1994. Metode Pengajaran Bahasa. Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama.

Sumarjo, Jakob. 2004. Seluk-Beluk Dan Petunjuk Menulis Cerita Pendek. Bandung: Pustaka Latifah.

Sumarjo, Jakob dan Saini K.M. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Suminto, A. Sayuti. 2000. Berkenalan Dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gramedia.

Tanjung, Bahdin Nur. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal, Skripsi, Tesis, Dan Disertasi). Jakarta: Kencana.

Tarigan, D.J.1981. Membina Keterampilan Menulis Paragraf Dan Pengembangannya. Bandung : Angkasa.

Tarigan, D.J. dan Tarigan H.G. 1991. Teknik Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Hendry Guntur. 1986. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
_____________________.1990. Teknik Pengajaran Berbahasa. Bandung:Angkasa.

Mengelola Informasi dalam Ceramah

 BAB III 1. Mengelola Informasi dalam Ceramah          Pernahkan kamu mendengar ceramah?          Apakah kamu suka ketika mendengar ceramah?...